Dewan Adat: Kekerasan di Papua Terjadi Akibat Tekanan dari Oknum Aparat

Demo Mahasiswa di Depan Kantor Komnas Ham, Selasa (07/04) [Foto:CND]
CENDANANEWS (Jayapura) – Terjadinya tindakan kekerasan di Papua bermula dari tindakan represif atau tekanan dari oknum aparat keamanan dalam menangani setiap persoalan. Hal tersebut ditegaskan Ketua Dewan Adat Daerah Paniai, Jhon NR Gobay. 
“Jadi, ada tindakan yang berlebihan, arogan oleh oknum aparat keamanan di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh media, sehingga kekerasan-kekerasan yang terjadi tidak terekspos dengan baik,” kata Jhon NR Gobay di Kota Jayapura, Papua, Kamis (09/04/2015).
Ia menduga, kekerasan dari oknum aparat, salah satu contohnya seperti yang terjadi di Enarotali, Kabupaten Paniai pada 8 Desember 2014. Kedua, di Kabupaten Intan Jaya, Deyai, Puncak, Puncak Jaya, Nduga, Wamena dan Kabupaten Jayawijaya.
“Kalau di daerah perkotaan, seperti Kota Jayapura, kekerasan itu cepat terungkap, terkekspos dengan baik. Sehingga aparat juga kelihatannya hati-hati dalam bertindak, meskipun ada juga terjadi,” imbuhnya.
Diharapkannya, pimpinan aparat keamanan seperti Kapolda dan Pangdam di Papua  atau pimpinan tingkat pusat Kapolri dan Panglima TNI seharusnya memberikan pengetahuan HAM kepada bawahannya untuk bagaimana memahami, menangani masalah dilapangan terutama menangani persoalan di Papua.
“Orang Papua dengan caranya, dengan ekspresinya menyampaikan pendapat, menyatakan keinginanannya, masih asli dalam budaya Papua. Cara wanita saat demo sambil berlari dan bernyanyi dengan tari-tarian. Ini sebenarnya ada hal yang mau disampaikan,” ujarnya.
Kasus Enarotali, Paniai adalah ekspresi yang mau disampaikan untuk menyelesaikan masalah, tetapi aparat yang bertugas kurang memahami budaya setempat, aparat tidak memahami psikologi dari massa, akhirnya tindakan represif terjadi.
“Ini yang harus dievaluasi menyeluruh tentang pendekatan-pendekatan aparat keamanan di Papua. Dan kesatuan-kesatuan yang tidak semestinya ada, itu ada baiknya ditarik keluar Papua, karena semakin banyak aparat, dengan senjata ditengah masyarakat Papua yang sudah berkurang populasinya bisa menimbulkan situasi yang kurang bagus,” tegasnya.
Dikatakannya, situasi yang bisa menimbulkan gesekan antara aparat keamanan dan masyarakat yang dapat berujung terjadinya pelanggaran HAM berat di Papua. “Seperti di Paniai. Apa lagi, ada stigma OPM yang kerap kali ditujukan kepada orang Papua jika ingin protes berlebihan,” katanya.
Stigma itu, lanjut Gobay, merupakan bagian dari masyarakat Papua dan Indonesia yang seharusnya dilindungi dan dirangkul dengan pendekatan-pendekatan yang baik dan benar, karena kalau tidak demikian maka aparat TNI-Polri tidak mampu melakukan tugas pokok dan fungsinya, tapi melenceng jauh.
“Maka itu, perlu evaluasi, demiliterisasi di Papua, tidak ada lagi tindakan represif yang bisa melukai hati orang Papua dan usut tuntas kasus Paniai berdarah,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Selasa (07/04/2015) Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Jayapura yang menggelar aksi demo di depan kantor Komisi Nasional (Komnas) HAM perwakilan Papua guna mendesak Komnas HAM RI membentuk KPP HAM terhadap kasus Paniai awal desember tahun 2014 lalu.

———————————————————-
Jumat, 10 April 2015
Jurnalis : Indrayadi T Hatta
Editor   : ME. Bijo Dirajo
———————————————————-

Lihat juga...