Harga Cabai Anjlok, Petani di Semarang Mengaku Merugi

Pedagang cabe Pasar Bulu

SEMARANG — Memasuki musim panen raya, harga cabe di sejumlah pasar tradisional dan di tingkat petani mengalami penurunan. Pantauan Cendana News di beberapa pasar tradisional di Kota Semarang, penurunan tersebut sudah terjadi beberapa hari belakangan.
Harga cabai rawit di tingkat petani hanya berkisar Rp. 8.000 / kg, padahal akhir bulan September 2015, harganya masih berada di kisaran Rp. 15.000 / kg.
Cabai merah besar, di tingkat petani kini harganya hanya Rp. 3.000 / kg, padahal satu bulan yang lalu, harganya masih bisa bertahan di kisaran Rp. 15.000 / kg.
Merosotnya harga cabe membuat petani mengalami kerugian, dikarena harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan tidak seimbang.
“Harga aneka jenis cabai ditingkat petani jauh dibawah harga biaya produksi, cabai rawit misalnya, ongkos pokok produksi per kilo nya Rp. 12.000, sekarang harganya hanya Rp. 8.000 perkg, selisih kerugiannya sekitar Rp. 4.000 per kg ” kata salah satu petani, Supangat di Semarang, Senin (19/10/2015)
Merosotnya harga cabe tersebut selain pasokan yang melimpah, juga disebabkan turunnya permintaan dari pembeli. Seperti yang disebutkan salah seorang pedagang di Pasar Bulu, kota Semarang.
” Harga aneka jenis cabai ditingkat petani jauh dibawah harga biaya produksi, cabai rawit misalnya, ongkos pokok produksi per kilo nya Rp. 12.000, sekarang harganya hanya Rp. 8.000 / kg, selisih kerugiannya sekitar Rp. 4.000 / kg ” kata Supangat, sopir truk pengangkut cabai saat ngobrol di Pasar Karangayu, kota Semarang.
Sepanjang bulan Oktober 2015 ini, secara nasional memang masuk masa puncak panen raya cabai, Dimana hasil panen cabai merah besar mampu mencapai 15.000 ton per bulan, atau  sekitar 500 – 600 ton per hari. Naik hampir dua kali lipat dari kondisi normal yang hanya sekitar 8.000 ton per bulan.
Sedangkan hasil panen produksi cabai rawit mampu mencapai 24.000 – 26.000 ton per bulan, jumlah tersebut jauh lebih banyak dari kondisi normalnya yang hanya berada pada kisaran 18.000 ton per bulan.


SENIN, 19 Oktober 2015
Jurnalis       : Eko Sulestyono
Foto            : Eko Sulestyono
Editor         : ME. Bijo Dirajo
Lihat juga...