KENDARI—Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 meluncurkan program Bidikmisi untuk memberikan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan dan bantuan biaya hidup kepada 20.000 mahasiswa yang memiliki potensi akademik memadai dan kurang mampu secara ekonomi di 104 Perguruan Tinggi penyelenggara, termasuk Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggara.
Idaman Bonea, pengurus Lingkar Studi Mahasiswa Sulawesi Tenggara (LISUMA-SULTRA) pada hari Sabtu (10/10/2015) menyampaikan bahwa tujuan utama diselenggarakannya Bidikmisi adalah memberikan harapan kepada anak-anak bangsa dengan kemampuan akademik yang baik tapi berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi.
“Dengan demikian anak bangsa yang memiliki kemampuan akademik yang baik tapi berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi, untuk tidak pernah berhenti bermimpi bahwa ada negara yang menyiapkan beasiswa, paling tidak ke perguruan tinggi negeri. hingga menjadi aktor yang akan memotong mata rantai kemiskinan sekaligus akan mengangkat ekonomi diri dan keluarganya,” jelasnya
Namun hasil evaluasi selama beberapa tahun. menurutnya banyak kenjanggalan yang terjadi dalam sistem pengelolaan dana Bidikmisi di Kampus Hijau, yang merupakan almamaternya.
Sesuai kebijakan dari universitas bahwa, beasiswa Bidikmisi diwajibkan harus diasramakan selama satu tahun setelah membandingkan dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lainnya dan berdasarkan aturan pengelolaan dana Bidikmisi, mahasiswa penerima beasiswa tersebut diberikan dua pilihan, pertama apabila sudah dinyatakan lulus untuk diasramakan dengan kesepakatan adanya pemotongan biaya termasuk makanannya, yang kedua mahasiswa yang bersangkutan berhak memilih untuk mengelola sendiri dana tersebut dalam halnya asrama bukanlah diwajibkan.
“Akan tetapi, kuat dugaan ada pihak penyelenggara yang menjadikan asrama sebagai penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi,” lanjut mahasiswa asal Bonea ini.
Ditambahkan lagi, ketika pencairan dana bidikmisi pada tanggal 7 Oktober 2015 tidak merata , bahkan sebagian penerima hanya memperoleh setengah dari dana tersebut dan adapula yang lebih,
“alasan pihak pengelola asrama Bidikmisi, itu merupakan kelalaian dari pihak Dikti hingga hunian yang dianggap sebagai ajang untuk mengembangkan potensi diri ternyata sama halnya sebagai penjara yang membatasi ruang geraknya,” urai mahasiswa Ilmu Hukum semester lima ini.
Idaman Bonea sebagai salah satu penerima program bantuan biaya pendidikan Bidikmisi tersebut melanjutkan, santer terdengar kabar bahwa penerima dana Bidikmisi dibatasi akses kegiatan dan berpendapatnya.
“dengan kata lain kita dibantu pihak kampus untuk memperoleh biaya pendidikan karena kurang mampu, tapi bukan lantas masuk akal untuk membatasi kegiatan dan kebebasan berpendapat si mahasiswa untuk tetap kritis,” lanjutnya.
Menurutnya Perguruan Tinggi Negeri hanyalah lembaga kepanjangan tangan pemerintah untuk bantuan pendidikan mahasiswa kurang mampu yang juga memiliki potensi untuk membangun kehidupan intelektual
“Tetapi, selaku intelektual muda daerah, penerimaan dana yang tidak merata, menurut saya ini bentuk ketidakadilan,” pungkasnya.
SABTU, 10 OKTOBER 2015
Jurnalis : Yusran Paisal Lengkoano
Foto : Yusran Paisal Lengkoano
Editor : Sari Puspita Ayu