Pameran Foto, Kembalikan Tunjungan Sebagai Etalase Surabaya


SURABAYA—Komunitas Rek Ayo Rek Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan (RMT) menggelar pameran foto Jalan Tunjungan pada jaman dahulu. Perbedaan mencolok terlihat jelas dengan pertumbuhan gedung-gedung yang menjulang tinggi di sepanjang Jalan Tunjungan.
Sekretaris RMT, Siti Nasyiah menjelaskan acara ini merupakan kegiatan tahunan komunitas RMT yang terus mengingatkan kegiatan tradisional di masyarakat.
“Setiap tahun kami mengadakan kegiatan yang berkaitan dengan tema tradisional,” terangnya kepada Cendana News, Minggu (13/12/2015).
Pameran foto dilaksanakan di Gedung Siola, dari tanggal 12-15 Desember 2015 mulai pukul 09.00-21.00 WIB. Ada sekitar 50 foto yang dipamerkan, menampilkan perbedaan kondisi Jalan Tunjungan jaman dahulu dengan jaman sekarang.
“Selain pameran foto, juga terdapat hiburan musik jazz serta pameran lukisan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pameran foto dibuka oleh Ir. H. Dadoes Sumarwanto MA, sedangkan saat sarasehan dilakukan oleh Prof. Haryono Sigit. Acara ini didukung dari berbagai pihak, penggiat seni, sejarawan, dan anggota komunitas RMT.
“Kami menginginkan Jalan Tunjungan kembali sebagai fungsi utamanya yaitu menjadikan Jalan Tunjungan sebagai etalase Suroboyo,” tegasnya.
Menurutnya, fungsi utama Jalan Tunjungan jaman dahulu sebagai tempat sosialisasi arek-arek Suroboyo. Namun sekarang, fungsinya berubah total, Jalan Tunjungan banyak ‘ditumbuhi’ bangunan bukan lagi pohon rindang.
“Jalan Tunjungan terkenal sekali jaman dahulu, sampai ada lagu ‘Rek Ayo Rek Mlaku-mlaku nang Tunjungan’, tapi sekarang Jalan Tunjungan sepi dari aktifitas anak muda Surabaya,” tandasnya.
Gedung-gedung tinggi yang sekarang memenuhi Jalan Tunjungan dianggap ‘menghilangkan’ warisan budaya. Pasalnya, pada jaman dahulu Jalan Tunjungan yang dijadikan sebagai etalase Suroboyo hilang sejak tahun 1965.
“Kami ingin ada perhatian dari semua pihak, bagaimana perkembangan Jalan Tunjungan jaman dahulu hingga sekarang, dan masa depan dari Jalan Tunjungan ini nantinya seperti apa,” ucapnya.
Wanita yang akrab dipanggil Ning Ita ini juga menerangkan, komunitas RMT ketika berada di Jalan Tunjungan harus berpakaian khas Cak Ning Suroboyo dan ketika memanggil harus ada ‘embel-embel’ cak (untuk laki-laki) dan ning (untuk perempuan).
Pameran foto ini dibuka untuk umum dan tanpa dipungut biaya alias gratis, tetapi disediakan kotak donasi disamping buku tamu. Selama hari pertama hingga kedua, antusiasme masyarakat sangat bagus. Ratusan warga hadir dan berkunjung untuk kembali mengenang dan belajar sejarah terkait kondisi Jalan Tunjungan jaman dahulu hingga sekarang.
“Kami ingin agar Jalan Tunjungan kembali menjadi etalase Surabaya, seperti jaman dahulu namun juga dibarengi dengan kemodernan,” pungkasnya.

Minggu, 13 Desember 2015/Jurnalis: Olin/Editor: Gani Khair/Foto: Olin
Lihat juga...