Peran Ibu Dalam Membangun Kesehatan Mental

SELASA, 22 DESEMBER 2015
Penulis: Rr. Dwi Estiningsih M.Psi /Editor: Sari Puspita Ayu / Foto: Dokumen Cendana News

ARTIKEL—-Gangguan jiwa merupakan penyakit yang tidak familiar di tengah-tengah masyarakat kita, padahal sama halnya dengan gangguan fisik, gangguan jiwa dapat menimpa siapapun. Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia juga cukup banyak. 

Dwi Estiningsih 

Berdasarkan data Riskesdas 2013 (Riset Kesehatan Dasar) Kementrian Kesehatan RI, angka rata-rata gangguan jiwa berat seperti skizofrenia sebesar 0,17% atau sekitar 400.000 orang. Sedangkan jumlah penderita gangguan jiwa ringan seperti  gangguan kecemasan dan depresi dialami oleh sekitar 14 juta penduduk. Tentu saja jumlahnya dapat terus bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat beban hidup yang semakin kompleks.
Terjadinya gangguan jiwa bukanlah hal yang sekonyong-konyong hadir dan dipicu oleh sebuah kejadian saja, namun disebabkan oleh proses panjang sejak masa usia dini. Pengasuhan yang baik dari ibu merupakan salah satu modalitas bagi anak untuk terhindar dari gangguan jiwa di usia selanjutnya. Hampir semua kasus pasien di rumah sakit jiwa ternyata berkaitan dengan pengasuhan yang tidak signifikan dari ibu, seperti kekerasan ibu terhadap anak, ditinggal pergi ibu sejak bayi, ibu yang mengalami gangguan jiwa dan lain lain. Bahkan dalam kasus-kasus kejiwaan ringan dan sedang, hubungan psikologis ibu dan anak merupakan indikator terjadinya gangguan jiwa. Seseorang yang dekat secara psikologis dengan ibu akan sehat mental, dan yang tidak dekat secara psikologis akan mengalami gangguan jiwa.
Mengapa demikian? Ibu merupakan sosok paling penting dalam pengasuhan anak. Pembentukan kepribadian dan jati diri anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan ibu. Pola pengasuhan ibu terkait erat dengan kelekatan (attachment)  ibu dan anak. 

Kelekatan adalah ikatan emosional menetap dan kuat, bertimbal balik antara bayi dan orangtua. Teori kelekatan pertama kali dikemukakan oleh John Bowlby. Menurut Bowlby kelekatan orangtua terutama ibu dan anak adalah hal yang sangat penting, sehingga harus dihindarkan perpisahan antara ibu-bayi tanpa memberikan pengasuh pengganti (figur sekunder) yang tepat. 
Pola-pola attachment antara ibu dan anak antara lain, pertama, pola kelekatan aman (secure attachment) yaitu anak menganggap orangtua (ibu atau figur sekunder) merupakan secure base, dimana anak akan merasa nyaman. Kedua, pola kelekatan menghindar (avoidance attachment) yaitu anak memiliki sedikit interaksi dengan ibu. Ia tidak akan menghampiri ibu jika membutuhkan sesuatu dan anak mengungkapkan rasa tidak aman yang dirasakannya dengan cara menghindar. Ketiga, pola kelekatan ambivalen – resistant yaitu anak gelisah sebelum ibu pergi dan menjadi sangat marah ketika ibu meninggalkannya. Keempat, pola kelekatan tidak teratur – tidak terarah (disorganized – disoriented) yaitu bayi tidak terarah dalam mencari kedekatan dengan orang lain bukan dengan ibunya, mereka terkadang tampak bingung dan takut. Pola kelekatan yang diharapkan adalah pola kelekatan aman (secure attachment), karena pola kelekatan aman akan mempengaruhi kompetensi emosional, social, dan kognitif. Semakin dekat kelekatan anak dengan ibu makan semakin mudah bagi anak untuk berinteraksi dan berhubungan dengan dunia sekitarnya.
Bowlby juga mengatakan bahwa interaksi ibu dan anak mengembangkan dua sikap yang penting pada anak yaitu evaluasi mengenai diri sendiri (self esteem) dan kepercayaan dan harapan terhadap orang lain (interpersonal trust). Self Esteem yang negatif  dan Interpersonal trust yang tidak tumbuh menyebabkan anak mengalami apa yang disebut attachment disorder, yaitu sebuah gangguan pada proses perkembangan mental yang terjadi pada bayi dan anak-anak yang tidak memiliki ikatan yang kuat dan sehat dengan orangtua kandung atau orangtua asuhnya. Anak-anak yang tidak mempunyai basic trust akan tumbuh sebagai anak yang mengalami ketidakmampuan dalam membina hubungan dengan orang lain, tidak bisa menerima cinta / kasih sayang, tidak memiliki rasa empati, dan perasaan menyesal ketika berbuat salah. 
Gejala – gejala yang umum tampak pada anak yang mengalami attachment disorder antara lain kejam dan sering menyakiti anak yang lain, tidak dapat berteman dalam jangka waktu lama, tidak mau dipeluk orang tua, suka membantah, merasa inosen ketika ketahuan bersalah, seringkali melakukan sesuatu yang berbahaya, kejam pada binatang, merusak barang, mengambil barang milik orang lain tanpa ijin, tidak pernah belajar dari kesalahan, konsekuensi dan hukuman, membuat laporan palsu bahwa dirinya disakiti, berbohong, “bossy” pada anak lain dan orangtuanya, memakan barang yang tidak wajar (makan kertas, dll), seringkali menghindari tatapan mata, bersikap manis untuk mendapatkan keinginan, ramah berlebihan terhadap orang asing, dan memilih melihat tontonan kekerasan atau film horror, dan lain -lain. 

Pada masa remaja dan dewasa, jika gangguan attachment disorder ini tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada kondisi kejiwaan. 
Gangguan yang akan muncul antara lain rendahnya harga diri, memiliki masalah akademis (seringkali drop out sekolah), perilaku antisosial (cenderung kriminal), perilaku marah, masalah hubungan sosial, gangguan makan, depresi, kecemasan, kecanduan napza, pengangguran dan perilaku seksual yang menyimpang. Paling parah ketika kemudian terjadi gangguan kepribadian seperti sosiopat atau psikopat.
Betapa pentingnya kedekatan ibu dan anak terutama di usia dini, seharusnya menjadi perhatian penting semua pihak, terutama orangtua. Orangtua harus memiliki pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan dalam mendidik anak. Ibu juga harus memahami peran pentingnya dalam mendidik anak, terutama pada masa usia dini. Jangan sampai ibu menyerahkan sepenuhnya pengasuhan pada orang lain dengan alasan sibuk bekerja. Keluarga, terutama ayah, harus menjaga ibu baik-baik terutama pada saat masa persusuan karena saat itu ibu harus berkonsentrasi mengasuh anak dengan penuh kasih sayang sehingga anak merasa nyaman dan aman. (Baca: Dwi Estiningsih: Waspadai Perkembangan Seks Menyimpang di Indonesia)
Selamat Hari Ibu!
Lihat juga...