SABTU, 21 JANUARI 2017
CATATAN KHUSUS —- Bogor merupakan “metropolitan masa lalu” dengan segala kegemilangan Tatar Pasundan. Sebelum mengalami kemerosotan akibat perang saudara (pertikaian antara Pakuan Padjajaran dan Sunda Serang) yang membuat Kolonial Belanda menjadikan Batavia (Jakarta) sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan yang baru, Bogor merupakan area persemaian dua peradaban besar. Kerajaan Tarumanegara (abad 4 M s.d 6 M) dan Padjajaran (abad 15) yang pengaruh kekuasaanya cukup luas. Kedua Kerajaan besar itu tumbuh dan ber ibukota di daerah ini.
Wilayah Bogor berada di kaki dua pegunungan tinggi nan subur di lereng-lerengnya, Gunung Salak dan Gunung Gede. Wilayah datarnya merupakan hamparan persawahan dan perkebunan luas dengan pasokan perairan tanpa henti sepanjang tahun. Sebuah kawasan kaya sumber logistik sepanjang musim, baik logistik nabati maupun hewani. Merupakan zona ideal penyangga tumbuh dan tegaknya peradaban.
Bogor “tempoe doeloe” juga berada dalam jarak kontrol ideal atas jalur perdagangan internasional melalui laut. Sunda Kelapa (Jakarta) di sisi utara pulau Jawa dan Pelabuhan Ratu di sisi selatan. Ketiga tempat itu terhubung dengan akses yang baik (Sunda Kelapa-Bogor-Pelabuhan Ratu), nyaris dalam bentangan garis lurus. Secara geostrategi merupakan lokasi ideal untuk kepentingan ekspansi ke luar maupun ketika tiba-tiba dibutuhkan untuk pertahanan (menutup serangan dari luar).
Bahkan pada era Pakuan Padjajaran, Kerajaan Sunda yang berpusat di Bogor, memiliki enam pelabuhan besar (Banten, Pontang, Tamgara, Sunda Kelapa /Jakarta dan Cimanuk/Pamanukan). Bogor yang jauh dari pantai, menjorok ke dalam di bawah kaki pegunungan, akan tetapi memiliki akses kontrol yang baik terhadap pantai-pantai penting di sisi barat Pulau Jawa. Pelabuhan-pelabuhan itu sebagai titik pijak Pakuan Padjajaran mengontrol dan memperlebar pengaruh kekuasaannya terhadap dunia luar, hingga bentangan yang luas. Padjajaran mengontrol dua budaya besar, agraris dan maritim.
Pakuan Padjajaran memiliki aksara sendiri, yang menandakan tumbuhnya budaya literasi. Ilmu pengetahuan merupakan salah satu pilar tegaknya peradaban, selain sistem pemerintahan dan ekonomi. Melalui budaya literasi, Ilmu pengetahuan didokumentasikan, ditumbuhkembangkan dan ditransformasikan dari generasi ke generasi. Visi peradaban pun ditransformasikan melalui melalui budaya literasi ini.
![]() |
Abdul Rohman (CEO Cendananews) |
Membaca peran strategis masa lalunya, apalagi menyusuri setiap sudut kotanya, selalu memunculkan pertanyaan-pertanyaan kontemplatif atas kota ini. “Apa definisi yang tepat untuk menggambarkan karakter daerah Bogor pada era sekarang”?. “Lebih jauh lagi, apa peran strategis Bogor sebagai penyangga tegaknya peradaban Indonesia pada saat ini”?. “Kenapa Presiden Soeharto memiliki rencana memindahkan Ibu Kota ke wilayah ini, Jonggol”?.
Setiap kota memiliki jiwa, sebagai cerminan gerak batin, visi dan orientasi peradaban masyarakatnya, serta impian-impian kemajuan segenap warganya. Gerak batin dan visi peradaban itu terpantul dalam tata kelola dan dinamika perkembangan/pembangunan sebuah kota. Redupnya jiwa sebuah kota juga mencerminkan redupnya visi peradaban masyarakatnya.
Sebagai kota dengan kemegahan peradaban masa lalu yang jangkauan pengaruhnya luas, selalu layak dipertanyakan: “berada di mana, Bogor dalam perpacuan pembangunan peradaban pada saat ini”?. Apakah peranan sebagai penyangga peradaban masih mungkin dihidupkan kembali, atau akan terhapus selamanya. Jawabnya, tergantung bagaimana kita memaknai ulang, menyikapi dan memperlakukan kota ini.