JAKARTA — Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Syarkawi Rauf, menceritakan, bahwa menurut pernyataan resmi yang disampaikan secara langsung oleh PT. Indo Beras Unggul (IBU) menyebut, praktek kenaikan harga di sektor industri beras sudah biasa terjadi.
PT. IBU berpendapat, beras IR 64 bukanlah termasuk beras yang bersubsidi, jadi menurut pendapat mereka wajar-wajar saja bila pihaknya menaikkan harga, masalahnya kenaikan harga di pasaran sebenarnya merupakan tanggung jawab pihak ketiga.
Sebelumnya diberitakan, kepolisian bersama dengan intansi terkait lainnya berhasil membongkar praktik ilegal terkait dugaan menyulap beras kualitas rendah jenis IR 64 menjadi beras dengan kualitas atas atau premium. PT. IBU sebagai salah satu distributor beras diduga melakukan kecurangan terkait dengan pemalsuan beras tersebut.
KPPU sebenarnya sudah sejak 5 tahun terakhir diam-diam melakukan penelitian terhadap industri yang berkaitan dengan pendistribusian beras di Indonesia. KPPU juga memperhatikan seperti apa mekanisme pengaturannya dan juga bagaimana mata rantai distribusinya dari hulu hingga ke hilir.
KPPU menemukan fakta, bahwa industri perberasan di Indonesia memiliki spesifikasi khas, di antaranya panjangnya mata rantai distribusi beras. Jadi, ceritanya distribusi dari hulu sampai hilir lumayan panjang di mana petani menjual ke pengumpul, pengepul ke penggilingan, penggilingan ke pedagang besar, pedagang besar ke agen, agen ke riteler dan riteler ke konsumen.
“Salah satu temuan kita adalah pada bagian tengah-tengah khususnya di level pedagang besar maupun penggilingan pasarnya relatif terkonsentrasi, hanya pada beberapa pemain besar. Nah, ini juga yang membuat margin di tengah-tengah menjadi lebih tinggi, dan ujungnya menyebabkan gap antara harga di tingkat petani dan harga di tingkat konsumen lebih besar”, jelasnya kepada wartawan di Kantor Pusat KPPU Jakarta, Selasa (25/7/2017).