Ancaman Perang Dunia Akibat Proxy War Social Media

OLEH THOWAF ZUHARON

Hanya gara-gara perselisihan dan provokasi di social media (facebook, twitter, whatssapp, dan lain-lain), 120 rumah warga Blok Bojong, Desa Curug, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, rusak parah karena diamuk ribuan massa, pada 10 Januari 2017 lalu. Kerugian akibat kerusakan itu ditaksir mencapai miliaran rupiah. Aksi pengerusakan itu dilakukan oleh gabungan warga Desa Bulak, Desa Parean Girang, dan Desa Peran Ilir Kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu. Ribuan warga dari tiga desa menyerang ratusan rumah warga Desa Curug dengan membawa berbagai macam senjata, dari barang tumpul sampai senjata tajam seperti golok, celurit, dan pisau.

Insiden penyerangan ribuan warga itu hanya dipicu percekcokan antarwarga di social media, menyusul adanya kecelakaan tunggal di Bojong yang menewaskan seorang warga Parean. Dalam mengatasi insiden ini, Kapolres Indramayu AKBP Eko Sulistyo Basuki sampai harus menggerakkan 700 personel gabungam dari Kodim Indramayu, Arhanud Kroya, serta Brimob Polda Jabar. Insiden di Indramayu tersebut merupakan satu contoh kecil dari potensi perang nyata yang ditimbulkan dari perang komunikasi. Namun, sebuah perang dunia juga bisa terjadi hanya gara-gara social media.

Contoh lain perang di social media yang sangat massal, juga terjadi saat pilkada DKI Jakarta 2016 hingga 2017. Tiga pasang kandidat peserta Pilkada DKI Jakarta mempersiapkan tim khusus untuk bertarung di media sosial. Semua tim yang bertanding, sama-sama menyebar pasukan Cyber Army di dunia maya dan media sosial untuk saling mendapatkan pengaruh.

Dari tiga tim cyber tersebut, situasi politik nasional memanas hanya dengan perang di social media. Pergerakan demonstrasi di Jakarta dari berbagai daerah karena adanya kasus penistaan Al-Maidah-51 oleh Ahok pun, semuanya digerakkan hanya dengan social media. Dari situasi perang di social media ini, berkembanglah apa yang disebut sebagai netizen bayaran. Seorang netizen bayaran ini tugasnya memantau berbagai isu di media sosial dan juga pemberitaan media massa. Lalu, ia menyebar berita dan komentar di setiap berita. Seorang netizen bertugas membuat lima akun anonim (samaran) untuk berkomentar di sebuah berita untuk kemudian disebarluaskan. Diupayakan menjadi viral demi mendongkrak pasangan calon yang mereka pasarkan. Pasukan netizen bayaran ini tidak masuk dalam struktur resmi Tim Sukses atau terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka bekerja dari luar struktur. Biasanya, tidak sampai 100 orang, dan bekerja berdasarkan shift.

Lihat juga...