TONDANO — Kelangkaan gas elpiji (LPG) 3 Kilogram (Kg) yang terjadi di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara dikarenakan masih banyak masyarakat dan keluarga mampu yang ikut menggunakan bahan bakar yang diperuntukan bagi warga miskin itu.
“Seharusnya elpiji 3 Kg hanya digunakan masyarakat kurang mampu dan Usaha Mikro Kecil karena bersubdisi pemerintah, namun kenyataannya banyak digunakan keluarga mampu,” kata Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Kabupaten Minahasa, Mekry Sondey di Tondano, Jumat (8/12).
“Coba saja kalau warga yang mampu tidak membeli elpiji 3 Kg melainkan bright gas ukuran 5,5 Kilogram, pasti tidak akan lagi terjadi masalah kelangkaan,” katanya.
Sehingga, kata Mekry, kuota yang ada berdasarkan jumlah masyarakat miskin di Minahasa akan terus tercukupi sebagaimana yang diharapkan pemerintah.
Mengenai kuota elpiji 3 Kg tidak terjadi pengurangan, namun ketersediaan sering terkendala karena distribusi terganggu.
“Jadi jika penyediaan sering terjadi kelangkaan, biasanya distribusi yang bermasalah,” katanya.
Ia berharap para kepala desa dan lurah bisa berperan melakukan pengawasan dalam penyaluran elpiji bersubsidi ini, karena merupakan tanggungjawab bersama melakukan pengawasan.
“Kepala desa dan lurah yang paling tahu kondisi masyarakatnya, jadi tolong bantu kami untuk melakukan pengawasan, terlebih bagi pengguna elpiji bersubsidi tersebut,” ungkapnya.
Bagi pangkalan, tambah Mekry, diminta untuk tidak menyalurkan elpiji 3 Kg di warung hingga penjualannya naik dan tidak sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), karena jika demikian maka akan ditindak tegas.
“Pangkalan jangan seenaknya saja menjual elpiji bersubsidi ke kios ataupun warung, karena banyak laporan bahwa harganya naik hingga mencapai Rp25 ribu per tabung, padahal HET hanya Rp19 ribu,” ungkapnya.