MATARAM – Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, membatasi pelaksanaan program budi daya ikan keramba dengan memanfaatkan aliran sungai, karena dinilai merusak lingkungan.
“Saat ini kondisi kami untuk melanjutkan program keramba pada aliran sungai masih dilema,” kata Kepala Bidang Budi Daya pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Mataram Ahmad Suryadi, di Mataram, Jumat (8/12/2017).
Menurutnya, dari regulasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, disebutkan keberadaan keramba pada perairan umum bisa merusak lingkungan.
Selain itu, bisa mempercepat sedimentasi, sehingga menyebabkan terjadinya luapan air, ketika debit air naik saat musim hujan.
Namun, dalam aturan lainnya di Kementerian Pertanian disebutkan aliran sungai atau irigasi boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian dan budi daya.
“Dua regulasi itulah yang saat ini akan kami koordinasikan dengan Dinas Lingkungan Hidup dan pihak-pihak terkait, agar keberadaan program budi daya ikan keramba bisa tetap dilaksankaan,” katanya.
Pasalnya, bila pemerintah kota mengikuti regulasi dari Kementerian LH dan Kehutanan maka akan banyak masyarakat kehilangan sumber mata pencariannya.
Saat ini, ada sekitar 80 kelompok budi daya ikan keramba yang memanfaatkan tiga aliran sungai besar di Mataram, yakni Sungai Jangkuk, Ancar dan Unus.
“Bahkan, para pembudidaya menggantungkan hidupnya dan berhasil menyekolahkan anak-anak mereka dari hasil budi daya ikan keramba,” ujarnya.
Karena itu, secara pribadi, pihaknya tetap memberikan kesempatan pembudidaya untuk meneruskan usaha mereka tentunya dengan menyesuaikan dengan kondisi aliran sungai.