Bisa dibilang 99,99 persen para peserta unjuk rasa itu mengenakan baju koko yang mencerminkan busana muslim serta muslimah yang hampir 100 persen berbaju khas Islam seperti baju panjang yang dilengkapi dengan kerudung yang kini lebih sering disebut hijab.
Tanpa dibayar alias dibiayai cukong mana pun juga atau partai politik yang mana saja, para peserta “Aksi Bela Palestina” harus rela mengocek dompet mereka masing-masing alias swabayar untuk membiayai perjalanan mereka ke ibu kota. Setelah sampai di ibu kota Betawi ini– kalau beruntung” mereka bisa menikmati makan siang gratis yang disediakan panitia penyelenggara acara dan juga kelompok-kelompok warga yang secara sukarela memberikan sumbangan mulai dari air minum hingga makanan ala kadarnya. Kalau tak beruntung, maka mereka terpaksa harus merogoh lagi kantong pribadinya.
“Aksi Bela Palestina” yang diikuti ratusan ribu, bahkan bisa sampai lebih dari satu juta orang itu, pasti akan mengembalikan pikiran orang terhadap “aksi 212”, yakni demonstrasi pada tanggal 2 Desember 2016 saat ratusan ribu orang berunjuk rasa juga di Jakarta untuk menuntut gubernur Jakarta Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama untuk diturunkan secara paksa dari “kursi empuknya” karena dinilai telah menghina ummat Islam Indonesia. Ahok saat itu mengomentari Surat Al Maidah, padahal penguasa pemerintahan DKI Jakarta tersebut sama sekali bukan pemeluk agama Islam sehingga tak patut sedikitpun untuk berujar tentang kitab suci ummat Islam itu.
Unjuk rasa 212 itu mengagetkan banyak diplomat asing yang bertugas di Jakarta karena mereka belum pernah melihat secara langsung betapa kompaknya ummat Islam di Jakarta khususnya dan Indonesia pada umumnya untuk menentang seorang kepala daerah.