Jejak Pemberdayaan UMKM di Tengah Lumbung Batu Bara

Pria yang merangkap Sekretaris Desa Hiyung itu mulai kepincut bertani cabai pada 2010, setelah melihat sukses petani lain di desanya. Maklum, Desa Hiyung memang kesohor sebagai penghasil cabai rawit dengan tingkat kepedasan di atas rata-rata. Junaidi membawahi 25 orang di Kelompok Tani Karya Baru.
Kelompok tani sudah mempunyai rumah produksi sebagai tempat pengolahan dan menjual hasil produksinya.
“Kami bergotong royong mengolah produk abon dan menanam cabai hiyung,” ujar Junaidi.
Lantaran prospek bisnis budidaya cabai hiyung kian gurih, warga desa banyak menekuni pertanian cabai hiyung. Toh, Junaidi tak merasa tersaingi setelah banyak warga yang bercocok tanam cabai. Ia senang karena ada perbaikan kesejahteraan berbasis potensi pertanian. Dari 423 kepala keluarga (KK) di Desa Hiyung, kata Junaidi, 370 KK di antaranya bertani cabai hiyung dengan lahan seluas 112 hektare.
Potret keberhasilan tercermin dari menyusutnya warga desa yang merantau ke luar negeri. Menurut Junaidi, warga desa dulu banyak merantau ke luar negeri sebagai pembantu rumah tangga dan buruh kasar. Namun setelah prospek bisnis cabai hiyung terus melonjak, mereka berduyun-duyun berbisnis cabai hiyung demi memenuhi permintaan pasar.
“Ada restoran di Jawa Barat rutin memesan cabai hiyung, meski masih dalam jumlah sedikit. Mayoritas warga desa tambah sejahtera, yang dulu belum bisa umroh, sekarang sudah umroh, atau naik haji,” kata pria supel berusia 48 tahun tersebut.