Kemampuan Fiskal Indonesia, Menurun

JAKARTA – Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengatakan, sebetulnya problem yang dihadapi secara nasional terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)  juga bagian dari skenario krisis global para pemberi utang.

“Jadi, kita lihat sekarang, bagaimana struktur keuangan nasional tentu buruk. Pajak tidak bertambah, padahal tax amesty sudah dijalankan oleh pemerintah,” kata Daeng, kepada Cendana News, ditemui usai diskusi ‘Pertumbuhan Ekonomi Stagnan 5 Persen, Indonesia Tertinggal Negara Tetangga’ di Alun Graha, Jakarta, Kamis (7/12/2017) sore.

Dirinya menyarankan, kalau ingin melihat penerimaan dari pajak bisa dilihat  perubahan kurs. Menurutnya, penerimaan pajak zaman SBY dan Jokowi itu hampir sama, yakni kisaran 1.000-1.100 triliun. Tapi, kursnya berbeda jauh. Waktu era SBY, rata-rata 8.000-9.000. Sekarang 13.000, sementara belanja barang-barang dari impor untuk pembangunan infrastruktur dengan kemampuan fiskal yang berbeda atau menurun.

“Pemerintahan Jokowi kurang menyadari,  bahwa kemampuan fiskalnya menurun. Karena  kurs kita jatuhnya terlalu tinggi dalam tiga tahun terakhir. Bahkan, sekarang di angka Rp13.500-Rp13.600,” ujar Daeng.

Menurutnya, kisaran kurs ini lebih bahaya lagi, karena nanti akan punya konsekuensi, selain  penurunan kualitas dari APBN,  juga konsekuensi kemampuan pemerintah dalam membayar kewajibannya. Baik itu cicilan, utang pokok atau utang jatuh tempo.

Lihat juga...