Oleh : Muhammad Hajoran Pulungan*
Bicara tentang mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih populer dengan panggilan Ahok pasti tidak akan ada habisnya karena selalu menjadi kontroversi. Mulai dari kasus hukumnya sampai tindak tanduknya saat menjabat Gubernur hingga menjadi terpidana kasus penodaan agama.
Baru-baru ini masyarakat kembali disuguhkan dengan keputusan kontroversi, tapi bukan dari Ahok, melainkan keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan memberikan Remisi 15 hari kepada mantan Bupati Belitung Timur menjelang Hari Natal.
Adanya remisi yang diberikan kepada Ahok menimbulkan reaksi di masyarakat, karena perlakuan yang diberikan pemerintah dianggap tidak memenuhi rasa keadilan di dalam negara hukum.
Di antaranya, Pertama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selama ini tidak pernah menghuni Lembaga Pemasyarakat, walaupun itu ada, hanya beberapa jam di LP Cipinang kemudian dipindahkan ke Mako Brimob dengan alasan keamanan. Padahal peraturan perundang-undangan jelas-jelas mengatakan Narapidana itu tempatnya di lembaga pemasyarakatan (LP) bukan di Mako Brimob. Dari sini tampak bahwa aturan hukum itu telah dikesampingkan, hanya dengan alasan terkesan dibuat-buat.
Padahal ini jelas-jelas diatur di dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Di mana dalam Pasal 6 ayat (1) berbunyi Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakat dilakukan di BAPAS, sementara ayat (2) berbunyi Pembinaan di LAPAS dilakukan terhadap Narapidana dan anak didik pemasyarakatan diatur lebih lanjut dalam BAB III. Jadi berdasarkan pasal di atas Ahok tidak termasuk Warga Binaan Pemasyarakatan, karena bukan binaan Lembaga Pemasyarakat seperti dalam UU melainkan di Mako Brimob milik Kepolisian.