Moratorium Buruh Migran Picu Maraknya TPPO
MATARAM – Kebijakan pemerintah memberlakukan moratorium pengiriman buruh migran (BM), khususnya pekerja rumah tangga (PRT), ke sejumlah negara Timur Tengah dinilai bukan solusi atas maraknya praktik kekerasan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang selama ini menimpa BM selama bekerja di luar negeri.
“Moratorium BM justru semakin membuka peluang besar terjadinya praktik TPPO di tengah masyarakat dengan berbagai modus”, kata Ketua Solidaritas Perempuan Mataram, Eli Sukemi, di Mataram, Rabu (20/12/2017).
Menurutnya, berdasarkan pengalaman di NTB, justru setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri (Kepmen) 260 tahun 2015, banyak sekali masyarakat yang berangkat sebagai BM melalui jalur nonprosedural, karena dorongan kondisi ekonomi keluarga.
Sebab, katanya, kebijakan dikeluarkan pemerintah terkait moratorium BM terutama BM perempuan sebagai PRT, tidak diimbangi dengan alternatif pekerjaan lain sebagai solusi, sehingga mau tidak mau masyarakat harus tetap pergi kerja ke luar negeri meski melalui jalur ilegal.
“Lemahnya sisi informasi soal kebijakan, lalu kemudian bagaimana tata cara dan mekanisme keberangkatan yang aman, juga menjadi faktor mengapa BM perempuan gampang menerima bujuk rayu calo”, katanya.
Ia mencontohkan, kasus BM perempuan di Desa Gelogor yang hendak berangkat ke Saudi, SP telah memberikan pemahaman soal bahaya berangkat sebagai BM melalui jalur nonprosedural, tapi karena sudah siap berangkat dan karena alasan kebutuhan ekonomi tetap juga berangkat.
Karena itu, SP NTB maupun nasional menuntut supaya moratorium pengiriman BM dicabut, karena dinilai tidak efektif dan bukan sebagai solusi dan membolehkan kembali pemberangkatan BM perempuan sebagai PRT, dengan catatan melalui regulasi yang kuat.