Mukaromah, Korban Kawin Muda Ingin Jadi Dokter

BANJARMASIN – Hajjah Mukaromah tampil casual ketika mengenakan kemeja kotak-kotak, celana jins, sepatu kets, dipadu kerudung hitam. Wanita berusia 21 tahun itu sejatinya sudah berstatus ibu-ibu. Tapi, parasnya yang masih muda kerap mengecoh lawan bicara.

Di hadapan sorot kamera wartawan, Mukaromah tak sungkan bicara terbuka soal pernikahan dini. Maklum, ibu satu anak ini terpaksa menikah ketika masih berusia 15 tahun. Di usia yang masih belia, Mukaromah dipaksa hidup berumah tangga dengan seorang pria bernama Muhamad Ikbal.

Ia mesti menanggalkan cita-cita akibat putus sekolah setelah menikahi Ikbal. Apalagi keinginan keluarga agar Mukaromah hidup sejahtera di usia muda makin pupus setelah tiga tahun membangun bahtera. Menginjak tiga tahun usia pernikahan, Mukaromah dan Ikbal memutuskan bercerai.

Asisten Deputi Pengasuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan, Deputi Tumbuh Kembang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Rohika Kurniadi Sari (dua dari kanan). Foto: Diananta P Sumedi

Mukaromah sejatinya lahir dari keluarga berkecukupan secara materi. Orang tuanya sudah memberangkatkan naik haji saat usia Mukaromah masih 5 tahun. Namun, ia besar di bawah asuhan si paman.

“Saya menikah saat diasuh paman, dipaksa menikah. Padahal, saya belum siap,” kata Mukaromah di sela Deklarasi Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak di Banjarmasin, Rabu (13/12/2017).

Kini, janda asal Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan, itu mengelola dua salon untuk menghidupi diri dan anak semata wayangnya. Di Kota Banjarmasin, ia punya satu salon di kawasan Kelurahan Banua Anyar dan satu salon lagi di Desa Penambangan, Kabupaten Tapin.

Lihat juga...