NPWCC: Inilah Tiga Serangkai Perenggut Masa Depan Anak Perempuan
PADANG — Kasus kekerasan seksual yang terjadi dari tahun ke tahun di Sumatera Barat semakin mengkhawatirkan. Persoalan itu tidak terlepas dari adanya perkosaan, kehamilan yang tak diinginkan, dan aborsi paksa yang dialami oleh perempuan.
Ketua Nurani Perempuan Women’s Crisis Center (NPWCC) Sumbar, Yefri Heriani mengatakan kondisi tersebut semakin diperparah dengan buruknya penegakan hukum untuk memastikan terpenuhinya hak-hak perempuan sebagai korban, untuk mendapatkan perlindungan, keadilan apalagi pemulihan.
Ia menyebutkan, negara secara umum masih abai dalam pemenuhan hak-hak korban dengan tidak menyediakan sistem layanan yang komprehensif serta tenaga profesional yang memiliki perspektif baik dalam penanganan korban.
Padahal, dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi yang diharapkan dapat memberikan layanan yang baik bagi perempuan korban, ternyata hingga saat ini belum benar-benar dilaksanakan.
Akibatnya, harapan yang besar terhadap layanan kesehatan reproduksi yang berkualitas bagi perempuan korban perkosaan, masih jauh dari yang dicita-citakan.
“Tahun 2017 ini, NPWCC menangani 110 orang perempuan dan anak perempuan korban kekerasan, dengan 132 kasus kekerasan yang mereka alami,” ucapnya, ketika dihubungi Cendana News, Minggu (31/12/2017).
Menurutnya, angka tersebut telah menunjukan kembali bahwa satu orang korban tidak hanya menanggung satu bentuk kekerasan berbasis gender, namun mengalami beberapa rentetannya, ketika korban tidak mendapatkan penanganan sesuai dengan hak-hak mereka.
Ia memaparkan, untuk kasus kekerasan seksual yang mencapai 54,5 persen itu, yang menjalani proses hukum hingga ke pengadilan ada 20 persen. Meskipun angka ini lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, namun tidak menunjukan suatu kemajuan, karena beberapa laporan kasus kekerasan seksual masih ditolak oleh aparat penegak hukum, dengan alasan korbannya bukan anak-anak lagi dan tidak adanya bukti yang mendukung.