Petambak Udang Lamsel Manfaatkan Bahan Bekas Sebagai Kincir dan Blower
“Biaya operasional budidaya udang windu dan vaname memang sangat besar sehingga hanya pemodal besar yang mampu bertahan. Namun jika ada kreativitas menciptakan alat yang sama untuk sirkulasi oksigen dalam kolam maka produktivitas udang tradisional tak kalah dengan tambak intensif,” cetusnya.
Sunarno, selaku penjaga tambak milik pemodal besar yang juga kerap membantu merakit kincir air dan blower mengaku Uden kerap memanfaatkan peralatan yang kerap tak dimanfaatkan petambak lain dan masih bisa difungsikan.
Akibatnya selain petambak lain banyak memintanya untuk membuat peralatan kincir air dan blower dari barang bekas dirinya banyak diminta membuat instalasi tersebut di sejumlah pemilik tambak tradisional.
“Saya mengapresiasi kemampuan pak Uden karena bisa membuat tambak tradisional menjadi tambak modern dengan peralatan yang murah dari barang bekas,” katanya.
Sumardi, salah satu warga lain bahkan menyangka tambak yang dilengkapi dengan instalasi sirkulasi air dan oksigen tersebut membutuhkan biaya mahal seperti pada tambak lain di wilayah tersebut.
Peralatan blower yang dibuat dari pipa pvc dilubangi dan ditali karet dijalankan dengan mesin penggerak tanpa menggunakan tenaga listrik sehingga saat listrik PLN padam sirkulasi air tetap berjalan dengan normal.
Kreativitas petambak udang tradisional yang dimiliki oleh Uden diakui Sumardi sekaligus menjadi solusi bagi petambak tradisional di wilayah tersebut tetap bisa menjalankan usaha pertambakan sistem semi intensif tanpa harus mengeluarkan biaya besar dan produktivitas panen udang tetap berjalan.
Harga udang vaname di tingkat petani diakui oleh Sumardi di wilayah Bandar Agung terbilang cukup baik dengan size 50 jenis udang vaname saat ini per kilogram seharga Rp80.000.