Inginkan Legalitas, Ojek Online Uji UU LLAJ

Editor: Mahadeva WS

Sidang uji materi UU LLAJ - Foto M Hajoran Pulungan

Jamsari menyebut, ada kekhawatiran dari para pengemudi ojek daring ketika di lapangan berbenturan dengan pengemudi ojek pangkalan. Benturan ini karena belum ada landasan hukum mengenai ojek daring. Oleh karena itu, para pemohon meminta agar pasal 138 ayat (3) UU LLAJ tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Sepanjang tidak dimaknai angkutan umum orang dan barang dilakukan dengan kendaraan bermotor umum dan kendaaraan bermotor roda dua milik perorangan yang digunakan untuk angkutan umum orang atau barang dengan dipungut bayaran yang memanfaatkan penggunaan aplikasi berbasis teknologi informasi dengan pemesanan secara daring untuk mengakomodasi kemudahan aksesbilitas bagi masyarakat,” ungkapnya.

Menanggapi dalil-dalil permohonan, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams meminta pemohon agar lebih mempertajam kedudukan hukum. “Saudara sudah mengemukakan dan menguraikan legal standing dalam permohonan ini dengan rinci. Tapi nanti tentu harus diperkuat, dipertajam, atau diperdalam lagi agar sebagaimana putusan-putusan MK mengenai legal standing,” kata Wahiduddin Adams.

Sementara itu Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, bahwa UU LLAJ dibuat untuk mengatur yang sifatnya general. Karenanya tidak mungkin undang-undang itu kemudian, atas permintaan dipotong-potong sedikit hanya untuk mengkomodasikan kepentingan pemohon.

“Kalau dikabulkan permintaan anda, bagaimana dengan yang roda empat? Jadi, pasal 138 ayat (3) UU LLAJ tidak bisa mengakomodasikan yang roda empat. Ini nanti tidak adil dengan yang roda empat, tidak adil dengan yang tidak berbasis online,” tandas Arief.

Lihat juga...