Madu Lebah, Hasil Manis Pelestarian Alam ‘GELAM’
Editor: Koko Triarko
LAMPUNG – Program pemberdayaan masyarakat di sektor kehutanan nonkayu, dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah digalakkan oleh masyarakat di Provinsi Lampung. Salah satunya adalah Gerakan Lampung Menghijau (GELAM).
Romli (65), warga Desa Taman Baru, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan, merupakan salah satu petani yang tergabung dalam program GELAM tersebut.
Selain melakukan penanaman pohon, ia juga melakukan budi daya lebah madu jenis Apis Indica/Cerena, dengan glodok dari kayu kelapa sebagai kandang atau sarangnya. Budi daya lebah madu itu menurutnya dilakukan sebagai pengisi masa pensiun sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Lampung Selatan.

Ia menyebt, setahun sebelum pensiun, ia sudah mengikuti pelatihan bersama kelompok pembudidaya lebah yang dilakukan Mulyono, di bawah binaan KLHK dan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.
“Saya awalnya hanya mendengar ada pelatihan bagi masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan, salah satunya pelestarian alam sekaligus budi daya lebah,“ terang Romli, Rabu (25/7/2018).
Romli mengaku tertarik mengikuti program pelatihan sekaligus pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, karena ia tinggal di kaki Gunung Rajabasa. Sebagian kawasan hutan lindung yang tidak boleh dirusak dijaga oleh masyarakat dengan alternatif sumber pendapatan nonkayu.
Tujuan kegiatan pelatihan, salah satunya menjaga kelestarian lingkungan melalui berbagai jenis pohon untuk penghijauan. Berbagai jenis pohon diutamakan tanaman penghasil bunga, untuk menyediakan sumber nectar bagi perkembangan lebah madu.
Pemilik satu hektare lahan kebun dengan penanaman pohon sistem Multy Purpose Tree Species (MPTS), mengaku dominan menanam kakao. Selain itu, sebagian lahan ditanami dengan cengkih, kopi robusta, kopi arabica, durian, kelapa serta jenis tanaman kayu, di antaranya akasia, medang dan pule.
Berbagai jenis tanaman tersebut terus ditambah melalui program Gelam yang diikutinya. Berbagai jenis bunga sumber nectar bagi lebah madu, bahkan sengaja ditanam di lahan miliknya.
“Saat pelatihan, saya diberi bibit pohon dan sepuluh kotak lebah madu sebagai awal budi daya, sehingga kini saya kembangkan,” papar Romli.
Menurutnya, lebah madu yang kini telah dikembangkannya menjadi 70 kotak lebah madu, membutuhkan proses panjang. Lebah madu diperoleh dengan memasang gelodok dari kayu kelapa dan kayu randu.
Selama musim berbunga pada tamanan kopi robusta dan arabica, ia memastikan lebah akan berdatangan di kebunnya. Pemasangan gelodok kayu akan menjadi rumah bagi lebah madu, yang selanjutnya dipindah ke rumah buatan terbuat dari papan dibentuk menjadi kotak.
Hasilnya, setelah lima tahun berjalan, lebah madu yang dibudidayakannya sudah bisa dipanen. Menghasilkan sekitar beberapa liter madu dari sejumlah kotak kayu, dan ia pun mampu menghasilkan beberapa produk turunan lebah madu.
Khusus untuk madu, ia menyediakan berbagai ukuran dari 150 ml, 250 ml, 350 hingga botol kaca ukuran 600 ml dan 650 ml. Madu tersebut dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp50.000 hingga Rp180.000.
Baca Juga