Tari Sakral ‘Rejang Renteng’ Tampilkan Olah Rasa

TABANAN — Rejang renteng yang berasal dari kata renteng, yang berarti rente memiliki makna renta atau tua atau bisa juga sudah berkeluarga. Dalam hal ini, tari rejang renteng ditarikan oleh sosok ibu dalam pola tarian yang sederhana, menggunakan olah rasa.

“Rejang renteng ini khusus untuk ibu, sesuai dengan definisinya sebagai tari wali, ditambah dengan gerakannya yang sederhana, kostum dan pola lantai ekspresi sederhana, sesuai dengan olah tubuhnya ibu-ibu, memakai napas, jadi renteng adalah olah rasa, bukan olah raga, “kata pembina tari rejang renteng Ida Ayu Made Diastini di sela-sela acara pembukaan Festival Yeh Gangga, Tabanan.

Ia mengatakan bahwa penari rejang renteng tidak dapat ditarikan oleh sembarang usia dan kalangan. Namun, yang bisa menarikan tari rejang renteng ini adalah bagi penari yang sudah berkeluarga dan boleh ditarikan oleh para pemangku istri.

Jumlah penari dari tarian rejang renteng pun juga wajib dengan jumlah ganjil, yaitu 3, 5, 7, 9, dan seterusnya. Aturan ini sudah berlaku sejak pembuatan tarian rejang renteng secara niskala.

Tari rejang renteng merupakan tarian yang berfungsi sebagai tari wali atau tari sakral yang ditarikan pada saat piodalan, yang berkaitan dengan niskala (hubungan dengan Tuhan).

Tari sakral yang hanya dapat ditarikan dalam kegiatan piodalan di Pura, khususnya Pura Dalem Ped di Nusa Penida mewajibkan para penari dari daerah setempat untuk menarikan tarian tersebut atau ngayah.

Para penari memiliki taksu tersendiri yang datang ketika sudah menarikan tarian ini secara tulus dan ikhlas. Apabila tarian ini ditampilkan di pantai, arah penari tidak diperkenankan membelakangi pantai, dan wajib saling berhadapan sesama penari atau berhadapan dengan pantai.

Lihat juga...