Mengenal Gerhana Matahari Cincin Secara Saintifik
Redaktur: Muhsin E Bijo Dirajo
JAKARTA — Ahli Astronomi Planetarium dan Observatorium Jakarta (POJ) Widya Sawitar menyebutkan peristiwa gerhana, baik bulan maupun matahari, pada zaman dahulu sering dikaitkan dengan cerita para dewa.

“Kalau di Indonesia, mungkin sudah banyak yang tahu, yaitu matahari dimakan oleh Kala Rahu yang merasa kecewa karena tidak boleh meminum air kehidupan. Cerita sejenis juga berkembang di negara Jepang, India, Korea, Australia dan beberapa negara lainnya,” kata Widya saat ditemui pada pengamatan gerhana matahari cincin di Planetarium dan Observatorium Jakarta, Kamis (26/12/2019).
Secara ilmu astronomi, gerhana merupakan gejala alam yang berulang sebagian akibat dari perputaran Bumi, Matahari dan Bulan pada orbitnya.
“Gerhana ini merupakan gejala saling menutupi antara benda langit. Jadi pada titik tertentu, mereka akan saling berhimpitan dalam satu titik,” paparnya.
Saat Bulan lewat depan Matahari dan menutupinya maka terjadilah Gerhana Matahari atau fase Bulan Mati atau konjungsi. Sebaliknya, saat Bulan ber-oposisi dengan Matahari, dimana Bumi diapit oleh Matahari dan Bulan, maka terjadilah Gerhana Bulan.
“Pada Gerhana Matahari Cincin, perpanjangan proyeksi dari antumbra – perpanjangan proyeksi umbra atau bayangan utama, dimana Bulan tepat berada di depan Matahari tetapi piringannya lebih kecil dan tidak menutupi piring Matahari,” kata Widya menjelaskan.