Produksi Lada dan Cabai Jamu Warga Lamsel, Turun
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
LAMPUNG – Komoditas tanaman pertanian jenis lada bernama ilmiah Piper nigrum dan cabai jamu atau Piper retrofractum di Lampung Selatan (Lamsel) mengalami penurunan produksi.
Mugiono, petani di Desa Totoharjo, Kecamatan Bakauheni menyebut kemarau berimbas curah hujan terbatas mengakibatkan produksi buah menurun. Sejumlah tanaman lada miliknya bahkan mengalami masa gugur daun (trek).
Komoditas lada yang merupakan primadona hasil pertanian Lampung sehingga dijuluki “tanah lada” tersebut bahkan jumlahnya mulai berkurang. Harga yang semakin menurun dari kisaran Rp100.000 turun ke level Rp40.000 hingga kini mencapai Rp25.000 membuat petani beralih ke komoditas lain.
Mugiono masih mempertahankan tanaman lada sebagai tanaman sela yang bersimbiosis dengan pohon leresede, karet dan dadap.
Jenis lada rambat yang ditanam pada lahan seluas satu hektare diakui Mugiono berjumlah ratusan pohon. Sebagian tanaman lada rambat merupakan tanaman usia 6 hingga 7 tahun yang sebagian sudah diremajakan. Meski masih menghasilkan buah, produksi setiap pohon disebutnya menurun hingga 40 persen.
“Sebagian tanaman yang merambat pada pohon leresede, karet dan dadap tetap bertahan karena pohon rambatan sekaligus sebagai inang memiliki kadar air, namun kemarau tetap berdampak pada produksi,” ungkap Mugiono saat ditemui Cendana News tengah memetik buah lada miliknya, Senin (9/12/2019).
Pada kondisi normal dengan curah hujan stabil, penanganan pupuk dan hama yang memadai hasil panen lada menjanjikan. Satu tanaman yang merambat dengan ketinggian sekitar 4 hingga 5 meter menurutnya mampu menghasilkan sebanyak 15 hingga 20 kilogram lada.