Turki Ingin Percepat Pengiriman Pasukan ke Libya
ANKARA – Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu mengingatkan, konflik di Libya berisiko jatuh ke dalam kekacauan. Bahkan disebutnya berpotensi menjadi Suriah berikutnya.
“Jika Libya hari ini menjadi seperti Suriah, maka perubahan semacam itu akan merembet ke negara-negara lainnya di kawasan itu,” kata Cavusoglu dalam rapat Partai Keadilan dan Pembangunan yang memerintah saat ini, saat memohon percepatan perundang-undangan untuk mengizinkan pengiriman pasukan ke negara di Afrika Utara itu, Minggu (29/12/2019).
Pemerintah Libya yang secara internasional dikenal dengan Pemerintahan Kesepakatan Nasional (GNA) di ibu kota Tripoli, tengah berjuang menghadapi kekuatan Jenderal Khalifa Haftar. Jenderal yang didukung oleh Rusia, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Yordania.
“Kita harus melakukan langkah apapun yang diperlukan, untuk mencegah Libya terbagi-bagi dan jatuh ke dalam kekacauan, dan hal inilah yang tengah kita lakukan. Kita berurusan dengan pemerintah yang resmi di sana,” ujar Cavusoglu, yang menekankan bahwa penandatanganan perjanjian militer dan keamanan dengan Libya sangat penting.
Cavusoglu akan bertemu dengan tiga pimpinan partai oposisi pada Senin (30/12/2019). Dan pemerintah berharap, bisa berdiskusi mengenai usulan pengiriman pasukan tersebut pada pekan depan. Sebelumnya pada pekan lalu, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengumumkan keputusan pemerintahannya, untuk meminta persetujuan parlemen mengirim pasukan ke Libya. Termasuk ikut membela GNA, yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Pasukan Haftar gagal mencapai pusat kota Tripoli, namun telah berhasil menduduki beberapa daerah pinggiran di bagian selatan ibu kota dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu dilakukan dengan bantuan pasukan Rusia dan Sudan, juga drone dari Uni Emirat Arab. Sejumlah drone buatan Cina itu memberikan sokongan keamanan udara untuk pasukan Haftar, karena bisa mengangkut hingga delapan kali berat bahan peledak dibanding drone milik GNA yang diberikan Turki.