Memaknai Kesabaran dan Kebersamaan pada Kuliner Buras dan Langga

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

LAMPUNG – Proses pembuatan kuliner buras dan langga memiliki makna filosofi bersabar untuk menciptakan hidangan istimewa.

Virdaus, warga Desa Bandar Agung, Kecamatan Sragi, Lampung Selatan (Lamsel) menyebut buras dan langga jadi kuliner wajib saat hari raya Idul Fitri. Sebagai warga keturunan Bugis, Sulawesi Selatan tradisi kuliner membuat buras dan langga dipertahankan.

Proses pembuatan buras dan langga merupakan bentuk sikap gotong royong. Sebab saat akan membuat kuliner tersebut dibutuhkan kerjasama antar anggota keluarga, tetangga dan kerabat. Sebagai suami Virdaus kerap mencari daun pisang di kebun untuk membungkus. Pembuatan buras dan langga dikerjakan oleh sang istri dan kerabat.

Gotong royong membuat langga dan buras dilakukan oleh Marniati (kiri) warga Desa Bandar Agung Kecamatan Sragi, Lampung Selatan, Sabtu malam (23/5/2020) – Foto: Henk Widi

Bahan utama buras menurutnya berasal dari beras biasa sementara langga dari beras ketan. Meski berbeda namun pembuatan kuliner tersebut dilakukan bersamaan. Sejak siang proses pembuatan buras dan langga akan dilakukan dengan pengemasan. Saat selesai proses pengemasan kaum laki-laki menyiapkan tungku batu bata.

“Proses memasak kerap memakai kayu bakar karena butuh waktu minimal sekitar delapan jam hingga matang maka memakai bahan bakar kayu bisa menghemat pengeluaran dibanding memakai kompor gas,” terang Virdaus saat ditemui Cendana News, Sabtu malam (23/5/2020).

Bagi sebagian keluarga pembuatan buras dan langga akan dilakukan satu malam sebelum Idulfitri. Buras dan langga yang telah dibungkus memakai daun pisang akan direbus dalam dandang khusus. Proses menunggu pematangan buras dan langga kerap dilakukan kaum laki-laki. Sementara kaum wanita bisa melanjutkan membuat bahan bumbu.

Lihat juga...