Sejak 23 Maret, Petahana Pilkada 2020 Dilarang Memutasi Jabatan
JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia memperingatkan, sejak 23 Maret 2020 kepala daerah yang menjadi petahana Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) serentak 2020, dilarang melakukan mutasi jabatan.
Apabila melanggar, maka dapat didiskualifikasi keikutsertaannya dalam konstetasi pilkada. Hal itu sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.5/2020 yang menyebut calon kepala daerah ditetapkan pada 20 September 2020. “Jadi artinya, maka ditarik mundur enam bulan yaitu 23 Maret. Sekarang dengan adanya PKPU 5/2020 ini adalah sebuah kepastian terkait dengan soal Petahana,” kata Ketua Bawaslu RI, Abhan, di Jakarta, Senin (15/6/2020).
Abhan mengimbau, bakal calon kepala daerah yang berpotensi petahana, jangan lagi ada yang melakukan mutasi jabatan. Dalam rangka menciptakan kesetaraan dan keadilan dalam kontestasi pemilu dan pilkada, mutasi ASN oleh kepala daerah dilarang untuk menjaga suasana kerja dalam pemerintahan.
Menurut Pasal 71 Ayat (2) Undang-Undang No.10/2016, tentang Pilkada, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota, dilarang melakukan penggantian pejabat dalam kurun waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon. Kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Sesuai dengan Pasal 71 Ayat (5), bila melanggar bisa mendapatkan pembatalan atau diskualifikasi sebagai calon peserta pemilihan kepala daerah oleh KPU Provinsi atau Kabupaten atau Kota. Selain itu, ada pula ancaman pidana penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak Rp6 juta berdasarkan Pasal 190 Merespons UU Pilkada, Bawaslu pun telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SS- 2012/K.Bawaslu/PM.00.00/12/2019, tentang Instruksi Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan 2020, kepada Bawaslu daerah yang melaksanakan pilkada.