‘Earth Optimism’ Gerakan Swadaya Konservasi Lingkungan
“Kita tahu masalah yang kompleks ini disebabkan utamanya oleh populasi manusia yang bertambah secara eksponensial, perilaku manusia, dan aktivitas manusia. Namun, masalah rumit membutuhkan penyelesaian yang juga rumit,” ujar dia seraya menjelaskan kuncinya ada pada kolaborasi antarkelompok masyarakat, sebagaimana dianjurkan oleh gerakan “Earth Optimism”.
Sementara itu, peneliti dan kurator moluska di Museum Sejarah Alam Nasional Smithsonian, Chris Meyer, berpendapat gerakan “Earth Optimism” dapat terwujud pertama kali melalui adanya kesadaran di benak masing-masing individu.
“Yang perlu kita ketahui, masing-masing dari kita (aktivitas manusia, red) punya dampak langsung terhadap keberlangsungan alam dan spesies,” kata dia.
Sejalan dengan itu, peneliti lingkungan asal Indonesia yang mewakili Departemen Ekologi dan Biologi Evolusioner University of California, Aji Wahyu Anggoro, menjelaskan upaya konservasi merupakan tanggung jawab bersama yang tidak hanya diemban oleh para peneliti, tetapi seluruh kelompok masyarakat. Prinsip berbagi tanggung jawab atau shared responsibilty itu yang turut ditemukan dalam “Earth Optimism”.
“Siapa pun bertanggung jawab (menjaga dan memelihara keberlangsungan alam, red). Jika anda peneliti, maka terjunlah ke lapangan untuk riset. Jika anda seseorang yang tertarik, maka berbagi cerita dengan orang lain. Kalian dapat mengatakan saya melihat ini di lautan, dan hanya dengan hal kecil, banyak generasi muda yang mungkin akan tertarik (dengan kerja-kerja konservasi, red),” jelas dia.
“Earth Optimism” merupakan gerakan konservasi global yang melibatkan ilmuwan, para pengambil kebijakan, aktivis, yang bertujuan untuk mencari strategi lintas disiplin, guna menghadapi masalah lingkungan seperti perubahan iklim, pemanasan global, kepunahan spesies, hilangnya keanekaragaman hayati, dan masalah lainnya.