Petik Merah, Cara Petani Kopi di Lamsel Jaga Kualitas Buah

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

Hendrik (kiri) barista di gerai Dekranasda Lamsel menyebut pasokan bahan baku kopi dari petani cukup melimpah selama masa panen di wilayah Lampung Selatan, Senin (24/8/2020). Foto: Henk Widi

Hasil kopi sangrai biji petik merah masih akan disortir sesuai ukuran. Biji kopi arabica yang kecil akan langsung dihaluskan menjadi bubuk. Sebagian biji yang memiliki ukuran sedang hingga besar akan dijual ke sejumlah cafe dan warung kopi. Hasil sangrai biji kopi akan memiliki nilai jual lebih tinggi. Saat kondisi kering panen harga kopi mencapai Rp22.000 per kilogram. Saat disangrai bisa mencapai Rp60.000 per kilogram.

Tren minum kopi dan munculnya sejumlah cafe kopi membuat kopi arabica yang ditanam petani kembali menghasilkan. Permintaan kopi dalam bentuk biji sangrai menurutnya bisa mencapai satu kuintal per bulan. Sebagai stok untuk memenuhi kebutuhan cafe ia memilih menyimpan biji kopi dalam wadah kedap udara. Biji kopi akan bertahan hingga setahun sehingga bisa dijual kapanpun.

Hendrik, barista di gerai Dekranasda Lamsel yang menyediakan menu kopi mengaku memakai bahan baku hasil panen petani di wilayahnya. Meski saat ini tren minum kopi mendorong minat kopi asal berbagai daerah di Indonesia ,kopi Lamsel cukup diminati.

“Biji kopi yang telah disangrai bisa disimpan dalam waktu lama dan akan lebih praktis, sebagian dijual dalam bentuk kopi bubuk dalam kemasan,” cetusnya.

Hasil panen kopi petik merah menurutnya berasal dari petani di kaki Gunung Rajabasa dan sejumlah penghasil kopi Lamsel. Berbagai jenis kopi tersebut bisa menjadi sumber penghasilan petani yang melakukan pengolahan biji kopi menjadi produk siap jual. Ade Eka, salah satu pecinta kopi membeli hasil panen petani asal Kecamatan Rajabasa. Satu kemasan kopi bubuk 50 gram dibeli seharga Rp50.000.

Lihat juga...