Dalam 9 Bulan, Permohonan Dispensasi Nikah di Jateng Capai 9.443 Anak
Editor: Makmun Hidayat
“Jadi baru lulus SMP atau SMA, mereka memilih bekerja, kemudian menikah. Padahal dari segi umur belum mencukupi,” jelasnya lagi.
Untuk itu, pihaknya terus mendorong upaya pencegahan. Salah satunya dengan menerapkan Program Jo Kawin Bocah, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pencegahan pernikahan anak dibawah umur, sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melakukan pemenuhan hak dan perlindungan dalam mencegah perkawinan.
“Termasuk juga untuk memenuhi hak anak, bagi kelompok rentan agar tidak dinikahkan, serta mendorong terpenuhinya hak dan perlindungan bagi anak yang sudah dinikahkan. Terkadang ada anak yang belum bersedia, namun karena diminta atau dipaksa, akhirnya mereka menikah,” lanjut Dewi, panggilan akrabnya.
Program tersebut, diharapkan mampu mendorong berbagai upaya dalam mengurangi faktor risiko terjadinya pernikahan anak dan dari lima unsur tersebut masuk di dalamnya adalah Forum Anak yang diharapkan sosialisasi bisa lebih mengena.
Hal senada juga disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Jateng, Martin Suanta. Ditemui dalam kesempatan yang sama, BKKBN Jateng juga mencatat masih tingginya angka pernikahan anak di Jateng.
“Padahal dari segi kesehatan, ekonomi, hingga mental, pernikahan dibawah umur ini berisiko tinggi. Bagi pihak perempuan, organ reproduksi mereka belum siap sehingga dapat menyebabkan kematian bayi dan ibu, pada saat melahirkan. Dari segi mental juga belum siap, akibatnya resiko untuk perceraian juga relatif lebih tinggi,” terangnya.
Pihaknya juga terus mendorong agar angka tersebut bisa terus ditekan , termasuk dengan melibatkan teman sebaya untuk mengedukasi para generasi muda, melalui Duta Generasi Berencana (GenRe).