Jasa Kurir Paketan Travel Tetap Bertahan di Tengah Pandemi
Editor: Makmun Hidayat
Di satu sisi, bukan berarti profesi yang digelutinya tersebut bukan tanpa risiko. Setidaknya dirinya harus berjibaku dengan kemacetan, yang kerap terjadi di kawasan tersebut. Jika tidak hati-hati, becaknya bisa mengenai kendaraan melintas atau parkir.
“Selain itu kalau kirim barang pas hujan juga cukup repot, harus ditutupi rapat agar tidak rusak kena air hujan. Kalau sampai rusak, bisa-bisa saya diminta ganti rugi,” terangnya.
Meski demikian dirinya tetap bersyukur, profesi yang sudah digeluti selama 10 tahun tersebut, bisa menghidupi anak istrinya yang ada di Kabupaten Demak. “Aslinya dari Demak, ke Semarang merantau, jadi sebulan sekali pulang ke rumah,” tambahnya.
Profesi sebagai ‘kurir’ paket travel juga digeluti oleh Rohadi, namun berbeda dengan Heriyadi yang menggunakan becak, dirinya memilih menggunakan gerobak besar.
“Gerobak ini untuk kirim barang-barang besar, yang tidak muat pakai becak. Tarifnya juga beda, sekali jalan Rp 25 ribu,” paparnya.

Meski tarifnya lebih besar, risiko yang dihadapinya juga lebih tinggi. Termasuk berat barang yang diangkut juga lebih berat. “Paketannya macam-macam, dari mulai dari barang pecah belah sampai elektronik, sebab terkadang tidak hanya dari paket travel, namun juga dari pemilik toko sekitar yang meminta mengirimkan barang,” lanjutnya.
Mengendalikan gerobak besar dengan beban yang berat, tentu bukan hal yang mudah. Jika tidak berpengalaman, gerobak bisa terbalik ke belakang karena tidak seimbang, atau mengenai kendaraan yang lewat.