Pakar Digital Soroti Masalah di Balik Pariwisata Indonesia

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

JAKARTA — Pengembangan pariwisata Indonesia memang diakui merupakan salah satu penyokong ekonomi Indonesia saat ini. Tapi ternyata, dibalik keberhasilan, banyak masalah yang masih harus dibenahi, sebelum Indonesia bisa mampu berdaulat dalam sektor wisata.

Pakar Digital Ekonomi Prof Myra Gunawan menyebutkan alasan pemerintah menjadikan pariwisata sektor strategis prioritas adalah karena merupakan penyumbang devisa ketiga setelah CPO dan Batubara. Kontribusi pada PDB pada 2019 mencapai 5,5 persen dan menyerap 13 juta tenaga kerja.

“Tapi, perlu diingat bahwa PDB dan devisa itu dihitung hanya dengan mengalikan jumlah pengunjung dengan jumlah pembelanjaan. Belum memperhitungkan tingkat kebocoran akibat muatan impor yang tinggi. Khususnya untuk hotel atau sarana pariwisata bintang 4-5 lainnya,” kata Myra dalam acara online pariwisata, Minggu (20/12/2020).

Ia juga menyatakan multiplier effect yang didapatkan dari perkembangan pariwisata di Indonesia, tidak sebesar yang terjadi di luar negeri.

“Secara global memang besar. Tapi di Indonesia ini masih tanda tanya. Karena masih ada muatan impornya dan juga karena rantai di Indonesia ini masih pendek. Produk lokal pun belum optimal terserap,” ucapnya.

Untuk tenaga kerja, ia mengakui bahwa secara angka memang besar. Tapi belum memperhitungkan kelayakannya atau belum masuk Green Jobs.

“Bukan hanya jumlah saja ya. Tapi juga apakah pekerjaan itu layak dan cukup. Karena ada jumlah yang cukup signifikan dari tenaga kerja di bidang pariwisata ini yang tidak berbayar,” ujar Myra.

Tidak berbayar ini, lanjutnya, bisa karena yang bersangkutan bekerja pada bisnis keluarganya atau itu bisnisnya sendiri, sehingga tidak memperhitungkan tenaganya sendiri.

Lihat juga...