Tantangan Industri Mobil Listrik di Indonesia
“Sehingga, Indonesia bukan sekadar menjadi tempat perakitan dan pasar saja,” kata Yannes.
Selain itu, tantangan lain yang harus dihadapi pemerintah hingga produsen otomotif demi mewujudkan target dan ekosistem mobil listrik, adalah adanya pandemi Covid-19. Vaksin yang sudah mulai didistribusikan di sejumlah negara pun agaknya menjadi angin segar, tak kecuali bagi Indonesia yang akan menggratiskannya untuk seluruh WNI.
“Dengan asumsi vaksin telah ditemukan dan didistribusikan setidaknya pada semester satu 2021, bisa saja secara berangsur-angsur perekonomian Indonesia akan tumbuh positif di semester dua 2021, pulih secara bertahap, hingga mencapai percepatan yang signifikan pada 2023-2024,” jelas Yannes.
Target penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen pada 2025 pun dinilai cukup realistis, jika melihat dari prediksi tersebut.
Regulasi dan Kesempatan
Demi mewujudkan target 2025 penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen, berbagai undang-undang, peraturan pemerintah, hingga keputusan menteri departemen terkait, hingga kepada daerah sedang dalam proses penyusunan secara komprehensif.
Upaya tersebut sebagai bagian dari mengintegrasikan seluruh industri hilir yang berkaitan dengan kendaraan listrik di Tanah Air, untuk meningkatkan potensi pendapatan negara.
Dalam Rapat Terbatas (Ratas) Kendaraan Listrik pada 2019, pemerintah melihat peluang Indonesia menjadi pemain di industri kendaraan listrik karena melihat komponen-komponen pokok untuk baterai, seperti nikel, kobalt, dan mangaan tersedia di dalam negeri.
Sumber daya ini, menurut Yannes adalah sebuah kesempatan besar bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama di sektor ini. Potensi baterai Indonesia ada di nikel (sekitar 3 miliar ton atau setara dengan 23,7 persen cadangan dunia), kobalt (sekitar 480 juta ton), dan mangan (sekitar 54 juta ton).