Pangan Lokal Sorgum Kembali Dibudidayakan di NTT, Diteliti
Editor: Makmun Hidayat
MAUMERE — Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere, melakukan penelitian mengenai sorgum, pangan lokal yang kini mulai dibudidayakan kembali di Nusa Tenggara Timur sebagai pangan alternatif selain padi.
Penelitian dilakukan Fakultas Pertanian Unipa Maumere bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Serelia Maros, Sulawesi berada di bawah Kementerian Pertanian yang fokus tentang tanaman serelia.
“Kami melakukan penelitian bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Serelia Maros mengenai uji adaptasi 13 calon varietas,” sebut Kepala Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere Yoseph Yacob da Rato,SP, Msi saat ditemui di kampusnya,Senin (4/1/2021).

Yoyoh mengatakan, hasil dari penelitian tersebut satunya sudah dimasukkan kedalam jurnal ilmiah tanaman pangan pertanian dan lainnya sedang dalam proses untuk dimasukkan di jurnal ilmiah.
Dia berujar, penelitian yang dilakukan ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) untuk meningkatkan ketahanan pangan di masyarakat.
Pihaknya pun dari sisi agronomi, juga sudah melakukan penelitian pengembangan sorgum terutama ratun sorgum.
“Sorgum tanaman yang sangat istimewa di NTT karena hasil penelitian kami ratun bisa sampai 3 kali. Ini membuat biaya produksi lebih rendah sementara hasilnya maksimal,” terangnya.
Yoyo menjelaskan, saat ritual adat, masyarakat di Kabupaten Sikka menghidangkan makanan dari sorgum sehingga pihaknya di Fakultas Pertanian Unipa Maumere pun tertarik dengan tanaman pangan lokal ini.
Ia menyebutkan, pihaknya pun ingin menghidupkan kembali pangan alternatif tanaman serelias berupa sorgum dan jewawut yang dahulunya selalu ditanam petani di Flores dan NTT.
“Pengembangan sorgum juga harus masuk di lembaga pendidikan dalam konteks konsumsi. Mahasiswa kami melakukan PKL di Likotuden Flores Timur untuk mengetahui teknis budidaya beberapa sorgum jenis lokal dan pengolahannya,” ungkapnya.
Sementara Maria Loretha, pegiat sorgum di Kabupaten Flores Timur (Flotim) menyebutkan, tantangan di Flotim justru bukan pasar karena dibuat daya tarik utama dan mampu diserap pasar lokal.
Maria mengatakan, sorgum pun sudah dikonsumsi masyarakat di Flotim sehingga pihaknya pun menolak permintaan sorgum dari luar NTT karena kebutuhan lokal besar.
“Permasalahannya, ketika sorgum menjadi besar ini menjadi lahan proyek. Ada pendatang baru menawarkan program kepada pemerintah daerah dengan membuka pabrik menggunakan uang pemerintah daerah,” sesalnya.