Lumbung Padi Petani di Lamsel Jaga Ketahanan Pangan
Editor: Koko Triarko
“Resep mempertahankan cadangan gabah di gudang dengan memperhitungkan minimal satu kali masa panen, gabah distok maksimal masih tersimpan dua pekan sebelum panen, sebagian bisa dijual dalam bentuk beras yang telah digiling, agar stok di gudang bisa diganti dengan gabah baru hasil panen, begitu terus berkelanjutan,” terang Suyatinah, saat ditemui Cendana News, Senin (27/9/2021).
Sementara itu untuk mencegah gangguan seperti tikus dan serangga lain yang bisa merusak gabah atau beras di gudang, Suyatinah juga menggunakan cara tradisional dengan memanfaatkan bahan-bahan alami. Misalnya, bintaro, serai, salam dan daun jeruk. Sedangkan untuk menghindari kelembapan berlebih, Suyatinah menggunakan karung plastik.
Berkat penyimpanan di lumbung, ia tidak pernah kekurangan beras. Ia bahkan bisa menjual beras saat membutuhkan uang.
Suyatinah juga mengatakan, menyimpan beras memiliki fungsi sebagai cadangan pangan sekaligus sarana gotong royong. Menyimpan beras menjadi cara bagi masyarakat agraris yang dominan berasal dari Yogyakarta untuk saling berbagi.
Saat ada kerabat, tetangga menggelar hajat pernikahan, beras minimal 20 kilogram hingga 50 kilogram akan diberikan. Saling membantu dengan beras menjadi pengganti uang, sehingga penyimpanan gabah sangat penting.
“Petani tidak pernah membeli beras selama bisa menyimpan stok gabah yang bisa digiling sewaktu-waktu untuk kebutuhan keluarga,” ulasnya.
Menurut Suyatinah, petani di daerahnya rata-rata memiliki stok gabah dan beras minimal 1 ton. Stok tersebut berfungsi sebagai tabungan dan investasi yang bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu, bahkan saat kebutuhan mendesak. Iamengaku pernah menjual gabah kering giling sebanyak 1 ton untuk kebutuhan mendesak menggelar resepsi sang anak.