Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI Atas G30S/PKI
Penggunaan standing order juga didukung perwira Kostrad lainnya dan Pangdam V/Jaya Umar Wirahadikusumah. Menhankam/ KASAB Jenderal Nasution, yang selamat dari penculikan, tidak lama kemudian juga mengirim kurir, yaitu Letkol Hidayat Wirasondjaya, yang misinya memerintahkan Mayjen Soeharto agar menumpas gerakan Untung serta membebaskan Presiden Soekarno. Jenderal A.H. Nasution juga menunjuk Mayjen Soeharto sebagai Pejabat Panglima Sementara AD menggantikan Jenderal Ahmad Yani yang gugur ditembak oleh pasukan G30S/PKI.
Konsinyir Pasukan dan Perwira TNI AD
Setelah mencegah terjadinya kelumpuhan TNI AD, Mayjen Soeharto meminta Pangdam V/Jaya Umar Wirahadikusumah untuk menutup semua jalur keluar masuk Jakarta, dan menginstruksikan agar semua pergerakan satuan-satuan AD atas sepengetahuan Mayjen Soeharto. Ia juga mengkonsinyir para perwira TNI AD, seperti tidak diizinkannya Mayjen Umar Wirahadikusumah dan Mayjen Pranoto Reksosamodro menghadap Presiden, dengan tujuan untuk menghindari jatuhnya lebih banyak korban Perwira Tinggi.
Benang merah antara pembunuhan para jenderal dan isi komunike serta pergerakan pasukan di sekitar Istana diluar koordinasi resmi, telah menimbulkan multiintepretasi atas keselamatan Presiden Soekarno. Menghadapi situasi seperti itu, Mayjen Soeharto dibimbing naluri kemiliterannya untuk tidak lebih jauh terjebak perangkap komplotan G30S/PKI dengan menyerahkan para perwiranya secara cuma-cuma masuk kandang pembantaian, sebagaimana dialami para pucuk pimpinannya.
Atas masalah itu ia mengakui agak bimbang, “…kesimpulan saya bahwa Bapak Presiden Soekarno telah aman. Tetapi ini memang aman atau diamankan merupakan sebuah hal yang juga harus saya perhitungkan dengan fakta-fakta yang ada waktu itu…”. Setelah memastikan keselamatan anggotanya, ia hanya perlu memikirkan penyelamatan Presiden Soekarno dari lingkaran komplotan G30S/PKI sebelum akhirnya memutuskan menyerang Halim.