Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI Atas G30S/PKI
Berbekal kekuatan personel yang terbatas itulah, Mayjen Soeharto bertekad melakukan tindakan balasan terhadap petualangan G30S/PKI yang telah menculik dan membunuh pimpinan TNI AD maupun coup kepada Presiden. Mobilisasi RPKAD dapat dengan mudah dilakukan, mengingat Kolonel Sarwo Edhi Wibowo juga sedang mencari kejelasan Jenderal Ahmad Yani yang terbunuh pada pagi harinya. Atas saran Brigjen Moeng Parhadimoeljo, bekas komandan RPKAD yang sedang menjalani cuti untuk pendidikan, Kolonel Sarwo Edhi Wibowo menemui Mayjen Soeharto dan segera melaksanakan tugas persiapan serangan balasan.
Netralisasi Yon 530 dan Yon 454
Netralisasi anggota-anggota kesatuan Yon 530/Para Brawijaya dan Yon 454/Para Diponegoro dilakukan perwira-perwira Kostrad, seperti Letkol Ali Murtopo, Brigjen Sabirin Muchtar, Mayjen Basuki Rahmat yang dikenal dekat dengan beberapa Dan Ton Batalyon 530, dan juga pihak-pihak yang bisa dimobilisir, seperti Kastaf Resimen Cakrabirawa, Letkol Marokeh Santoso. Mereka bekerja keras melakukan penyadaran kepada wakil komandan dan sub komandan Yon 530/Para Brawijaya dan Yon 454/Para Diponegoro agar bergabung ke Kostrad. Mayjen Soeharto sendiri juga melakukan upaya netralisasi kepada Wa Dan Yon 530/Para Brawijaya dan Wa Dan Yon 454/Para Diponegoro karena komandannya tidak ada ditempat dan terlibat mobilitas secara aktif bersama Brigjen Soepardjo di Halim.
Netralisasi dilakukan dalam bentuk penyadaran bahwa: (1) Dewan Jenderal hanyalah isu dan tidak benar hendak melakukan coup kepada Presiden, (2) penugasan di sekitar Monas dalam rangka menjaga keselamatan Presiden dari coup tidak sesuai realitas, karena Presiden tidak berada di Istana, (3) melalui komunike dan Dekrit Dewan Revolusi dapat diketahui bahwa misi penjagaan terhadap keselamatan Presiden di Istana merupakan kamuflase pimpinan G30S/PKI yang sebenarnya sedang melakukan coup. Mayjen Soeharto memberi deadline kepada mereka agar sebelum pukul 16.00 WIB. bergabung dengan Kostrad.