TOA DAN PELATIHAN MANAJEMEN SYIAR
Oleh: Abdul Rohman
cendananews.com – Adzan melalui speaker sudah biasa terdengar di Jakarta. Tidak menjadi masalah. Subuh sebagai tanda harus siap-siap bekerja, siang tanda makan siang, sore tanda harus selesai bekerja.
Malam juga tidak menjadi soal, sudah biasa mendengar adzan dari delapan penjuru mata angin. Dari masjid-masjid yang memang saling tidak berjauhan.
Betawi kultur religiusnya tinggi. Waktu Jumat, termasuk khutbah Jumat, juga sholat wajib, masjid biasanya penuh.
Walau tidak over atau meluber keluar Masjid. Setidaknya separuh ruangan masjid-masjid di Jakarta terisi jemaah. Situasi ini (penggunaan speaker waktu sholat) sudah biasa. Tentu tanpa ada protes. Orang sudah maklum.
Juga kalau ada pengajian umum, misalnya Maulid, Isra Mikraj, dengan menghadirkan banyak orang. Gang-gang ditutup untuk jamaah.
Pengajian internal masjid untuk bapak-bapak biasanya di malam hari. Sepengetahuan saya, pengajian internal jamaah masjid ini menggunakan speaker internal. Jadi, tidak masalah.
Beda dengan pengajian Ibu-ibu dan kadang ditambah sholawatan atau baca Alquran. Biasanya Senin pagi, ada yang Selasa pagi, ada yang Kamis pagi, ada yang hari lain.
Jadwalnya berbeda antarmasjid. Biasanya jamaahnya antara 15 hingga 20 orang. Kegiatan ini di-speaker eksternal dengan radius jauh.
Kenapa tidak menggunakan speaker internal saja? Toh semua yang 20 orang itu akan mendengar. Tentu argumentasinya untuk syiar.
Kegiatan pengajaran sekitarnya (sekolah) tentu terganggu dengan ceramah seperti mobilisasi umum atau orasi tanpa (dengan sedikit) jamah itu.
Itu terjadi sepanjang minggu. Guru-guru atau yang mengajar online sekitarnya ada yang terganggu. Rapat-rapat di kantor sekitar ada yang terganggu.