WISATA RITUAL
Oleh: Prof. Dr. Bustami Rahman
cendananews.com – Ada berita duka pagi ini dari Jember. Sepuluh orang meninggal terseret ombak laut pantai Payangan.
Mereka yang meninggal ini adalah sebagian dari 24 anggota kelompok yang sedang melakukan ritual, yang konon untuk memperoleh ketenangan diri.
Dipandang dari sudut Sosiologi Pengetahuan, ritualisme kuno muncul pada saat masyarakat belum tercerahkan oleh ilmu pengetahuan dan agama.
Aristoteles mengungkapkan, bahwa filsuf Thales dari Miletos Yunani (sekitar 624 SM-546 SM) yang pertama memunculkan gagasan, bahwa alam mengikuti kaidah-kaidah yang konsisten dan bisa dipelajari.
Sebelumnya, orang percaya kepada nasib yang dikendalikan oleh kehendak-kehendak yang tidak pernah jelas.
Pikiran-pikiran para filsuf itu kemudian dicerahkan oleh kaidah-kaidah hukum agama yang percaya kepada adanya kekuatan Tuhan sebagai pusat kekuasaan, yang mengatur ‘grand design’ alam semesta (meminjam istilah Stephen Hawking).
Sebab itu, ritualisme yang masih sering dilakukan oleh sebagian masyarakat itu sebenarnya merupakan sisa praktik tradisional masa kuno.
Di masyarakat Asia, khususnya di Indonesia, keyakinan di luar nalar ilmu pengetahuan dan iman agama masih sering dipraktikkan dan telah menjadi adat tradisi.
Baru-baru ini juga kita lihat di media sosial seorang dukun menantang para ustadz yang mengkritisi praktik ritual mereka. Bahkan, entah sungguhan ataukah sekadar skenario drama, terjadi juga tantang menantang para dukun dengan para ustadz.
Fenomena ini menarik. Di kala dunia ilmu pengetahuan telah demikian maju, dan agama telah mendominasi spiritualisme berabad-abad lamanya, tetapi adat tradisi kuno belum sepenuhnya berubah.
Agama Islam yang turun paling akhir yang bertujuan untuk membebaskan (bukan untuk menaklukkan), belum juga sepenuhnya berhasil membuat adat tradisi kuno itu menjadi berubah.
Adalah juga sangat menarik, bahwa adat tradisi kuno di Pulau Jawa umumnya lebih kuat bertahan dibandingkan dengan adat tradisi kuno di luar Jawa.
Di kawasan Sumatra dan sekitarnya, adat tradisi kuno telah lebih dahulu ‘diislamkan’.
Katakanlah dengan kata lain, adat tradisi kuno yang dimiliki oleh kaum Melayu di kawasan ini telah menjadi ‘mualaf’.
Adat tradisi kuno di kalangan kaum Melayu oleh Islam telah berhasil dibebaskan dari keterkungkungan ‘kegelapan’ ilmu pengetahuan dan nilai keagamaan.
Agaknya, MUI dan Kementerian Agama lebih giat lagi melakukan proses pembebasan (liberasi), dan ini tentu sesuai dengan amanat dari Pembukaan UUD kita untuk tidak kenal lelah mencerdaskan kehidupan bangsa.