31 Oktober 1992, Presiden Soeharto membawa “Blue Print” untuk tatanan Dunia Baru

PUTRA terbaik Indonesia tersebut berdiri di depan forum dunia Perserikatan Bangsa-bangsa di New York, untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran Dunia Ketiga sebagai hasil Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok di Jakarta.

Mulai bagian pertama pidatonya Presiden Soeharto tidak punya pretensi ingin mempromosikan Indonesia dan sejuta kemajuan yang dicapai pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinannya.

“Menjadi kewajiban bagi saya untuk menyampaikan pesan dari negara-negara berkembang yang bergabung dalam GNB…. saya berbicara bukan saja atas nama 180 juta rakyat Indonesia, tetapi juga atas nama GNB yang beranggotakan 108 negara dan yang mewakili bagian terbesar umat manusia, serta hampir dua pertiga keanggotaan Majelis Umum PBB.”

Dalam pidato sepanjang 11 halaman lebih Kepala Negara RI yang untuk jangka waktu tiga tahun mendatang menjabat sebagai Ketua GNB, tidak lagi menyebut mengenai Indonesia, tetapi Dunia Ketiga yang sedang membangun untuk memperbaiki nasibnya.

Presiden Soeharto memang tidak perlu berdiri di forum dunia yang mewakili 178 negara untuk mempromosikan negaranya. Badan dunia tersebut sudah mengenal arsitek Orde Baru yang berhasil membimbing bangsanya menuju berbagai keberhasilan pembangunan. Badan dunia PBB-lah yang sudah mengakui berbagai keberhasilannya ketika tahun 1985 badan PBB untuk urusan pangan dan pertanian FAO (Food and Agriculture) menganugerahkan penghargaan atas keberhasilan Indonesia beranjak dari negara pengimpor beras terbesar di dunia, menjadi negara yang swasembada pangan. PBB pula yang tahun 1989 menganugerahkan Population Award kepada Presiden Soeharto atas keberhasilan Indonesia dalam keluarga berencana.

Lihat juga...