“Meski sudah tiga kali mengantarnya, namun saya tak pernah menanyakan nama dan alamat rumahnya, To! Lagian untuk apa, To! Yang penting saya antar, dan saya dapat bayaran! Ngono loh, To!” kata Pak Ponirin sekenanya.
“Pak De mengantarnya sudah tiga kali! Masak iya tak pernah menanyakan nama dan alamat rumahnya?!” tanya Parto semakin penasaran sembari menatap wajah Pak Ponirin lama-lama.
“Untuk apa nanya nama dan alamat rumahnya segala, To! Ora penting, To!” jawab Pak Ponirin mulai kesal karena didesak Parto. Pak Ponirin yang dituakan di Pangkalan Ojek itu menganggap Parto sudah sinting.
“Pak De mengantar gadis penjual pisang goreng itu sampai di mana sih?!” tanya Parto mendesak lagi.
“Sampai di persimpangan jalan! Terus tak tahu lagi ke mana selanjutnya dia pergi!” jawab Pak Ponirin sangat kesal karena Parto berlagak seperti anggota penyidik kepolisian.
Kemudian Pak Ponirin bangkit dari bangku panjang itu. Lalu melangkah menuju sepeda motornya dan tak sudi dekat-dekat lagi dengan Parto. Sementara Parto semakin kebingungan dan pikirannya sangat sumpek dijejali sejuta pertanyaan soal keberadaan gadis penjual pisang goreng itu.
Sebab Parto pun pernah mengantar gadis penjual pisang goreng itu hanya sampai di persimpangan jalan, dan selanjutnya tak tahu kemana perginya.
Rasa kesal di hati Pak Ponirin tiba-tiba menghilang lantaran seorang Ibu bertubuh gendut mendatanginya, dan meminta Pak Ponirin supaya mengantarnya ke supermarket. Seharusnya giliran menarik ojek adalah giliran Parto lagi.
Namun, Parto merelakan Ibu bertubuh gendut itu dibawa Pak Ponirin. Sepertinya Parto benar-benar sudah sinting menolak rejeki hingga dua kali. Pertama, rejekinya diberikannya kepada Pak Poltak. Kedua, rejekinya diberikannya kepada Pak Ponirin.