Tempaan Visi Kenusantaraan Masa Kecil Presiden Soeharto

Oleh : Abdul Rohman

Masa kecil Presiden Soeharto dikisahkan oleh banyak literatur sebagai kisah kepapaan seorang anak. Orang tuanya berpisah, kisah studinya harus dijalani secara berpindah-pindah. Mulai dari Yogya, Wonogiri, Yogya, dan kembali lagi ke Wonogori.

Ia dibully anak-anak se usianya dengan panggilan “Den bagus tai mabul”. Panggilan terhadap sosok yang direndahkan atau setara kotoran manusia dan dianggap remeh. Suatu kisah hidup yang menyedihkan. Anak ini kelak menjadi Presiden sebuah bangsa besar. Indonesia.

Buku Presiden Soeharto dan Visi Kenusantaraan, mengungkap sisi lain kisah masa kecil anak itu. Justru dalam suasana kepapaan itulah Soeharto kecil ditempa secara kuat akan visi kenusantaraan yang kelak menjadi bekal sebagai pemimpin sebuah bangsa besar.

Bab 3 buku itu diberi judul “Masa Muda dan Transformasi Kenusantaraan”. Mengupas tentang bagaimana Soeharto kecil memperoleh tempaan: 1. Hakekat hidup, 2. Hakekat kenusantaraan, 3. Pemahaman dinamika rakyat kecil, 4. Tanggung Jawab Kepemimpinan dan pada akhirnya terbangun sebuah visi 5. Politik Kenusantaraan.

Bantul-Yogya, dan juga Wonogiri Solo, merupakan daerah penyangga pusat peradaban Mataram yang terletak di Yogya maupun Surakarta. Mataram sendiri merupakan kelanjutan suprastruktur kekuasaan Nusantara. Majapahit mengalami Paregreg (perang saudara) hingga terjadi pelapukan eksistensinya untuk kemudian dilanjutkan Demak-Pajang dan kemudian Mataram Islam.

Wilayah sekitar Yogya dan Surakarta seperti Bantul dan Wonogiri merupakan penyangga pusat pemerintahan Mataram. Wilayah-wilayah itu merupakan zona sadar peradaban dalam naungan Mataram (Yogya-Surakarata). Masyarakatnya memiliki kesadaran untuk menempa diri sebagai penyangga eksistensi peradaban. Ialah peradaban Nusantara dalam kendali kekuasaan Mataram Islam. Dalam atmosfir seperti itulah Soeharto muda dibentuk.

Lihat juga...