G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG
Oleh: Abdul Rohman
Era reformasi diwarnai serangkaian upaya dekonstruksi teoritik dalam memandang peristiwa kelam tanggal 1 Oktober 1965. Peristiwa itu dikenal sebagai G30S/PKI. Sebuah upaya kudeta yang merenggut nyawa enam Jenderal TNI AD dalam semalam.
Buku “Presiden Soeharto dan Visi Kenusantaraan” pada Bab V diberi judul “G30s/PKI: Soekarno-Soeharto Berenang di Antara Dua Karang”
Berbeda dengan kebanyakan analisis seputar peristiwa itu. Buku ini menyajikan dua perspektif sekaligus. Ialah perspektif mikro dan makro kesejarahan.
Secara mikro, aktor intelektual gerakan itu tidak diragukan lagi adalah PKI. Hal itu tercermin dari tiga kali rapat Politbiro CC PKI dan lima kali rapat interen Biro Chusus Central (BCC).
Selanjutnya dilakukan satu kali rapat gabungan pendahuluan dan sepuluh kali “rapat komando pembersihan” (rapat gabungan antara BCC dengan pimpinan gerakan militer).
Koordinasi intensif antara Aidit dan Sjam juga dilakukan dalam rangka laporan-laporan dan pembahasan hasil rapat internal BCC maupun rapat komando pembersihan kepada Aidit.
Anggota CC (Comite Central) PKI juga dikirim ke daerah untuk mengarahkan operasi perebutan kekuasaan lokal. Koordinasi-koordinasi dan instruksi Sjam juga dilakukan kepada pengurus Biro Chusus Daerah (BCD).
Selain itu juga dikirim misi netralisasi satuan-satuan militer yang dianggap tidak memiliki komitmen untuk melaksanakan rencana PKI.
Kesemuanya menunjukkan derajat keterlibatan PKI sebagai pelaku utama gerakan kudeta itu. PKI bukan pemeran pinggiran dalam peristiwa itu. Sebagaimana yang mereka selalu sangkal.
G30S/PKI dilakukan melalui dua tahap. Pertama dilakukan melalui gerakan militer dengan menculik dan membunuh enam Jenderal. Perwira Tinggi TNI AD itu dituding sebagai “Dewan Jenderal” yang hendak kudeta terhadap Presiden Soekarno.