Saya masih menunggui anak bermain-main ketika berpapasan dengan rombongan Ibu-ibu. Rupanya itu ibu-ibu pulang pengajian. Di daerah Ciomas Bogor. Selain membawa alat sholat, masing-masing membawa 1 paket sembako dibawa pulang.
”Dari mana Bu”, sapa saya. “Ini pengajian”, jawab seorang Ibu. Akhirnya terlibat obrolan basa-basi, saling sapa. Sambil saya terus mengawasi anak saya bermain.
Dari obrolan itu saya menjadi tahu, kalau itu kelompok pengajian lingkungan. Anggotanya ya orang-orang sekitar. 30-an orang. Mereka seminggu dua kali pengajian.
Sesekali ada yang membagikan paket sembako. Sesekali ada yang hajatan dan kendurian bersama di tempat pengajian. Pihak yang punya hajat menyediakan makanan. Entah itu mendoakan kerabatnya yang meninggal, ulang tahun anak atau cucunya, atau hajat-hajat yang lain.
Rombongan Ibu-Ibu pengajian itu mengingatkan saya kepada statemen Ibu Megawati. Ketua Umum PDIP, mantan Presiden ke-5 RI. Baru-baru ini membuat statemen agak aneh. Ia juga putri proklamator kita Presiden Soekarno.
Ia dalam sebuat pidato menanyakan kenapa Ibu-ibu suka pengajian. Bahkan pengajian itu dengan meninggalkan anak-anaknya di rumah.
Pernyataan itu secara lugas bisa disetarakan dengan “kenapa datang ke tempat-tempat tidak perlu”. “Sementara tugas utama mengurus anak ditinggalkan”.
Pernyataan itu aneh. Mengingat pengajian keliling sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia. Terutama Masyarakat pedesaan. Kemanfaatanya sudah bisa diketahui.
Maka tidak heran jika ada yang menilai statemen itu sebagai bentuk sindiran atas sebuah aktivitas keagamaan. Sebagai bentuk penilaian bahwa kegiatan pengajian keliling ibu-ibu kurang tepat. Kurang bermanfaat. Tidak perlu dilakukan.