Satu abad NU (16 Rajab 1344 H/ 31 Januari 1926 M – 16 Rajab 1444 H/7 Februari 2023) telah berlalu. Ialah abad konsolidasi bagi NU (Nahdlatul Ulama). Abad dimana visi disemaikan. Instrumen kaderisasi SDM ditumbuhkembangkan. Era pengembangan dan penguatan kelembagaan keorganisasian dilakukan. Gerakan sosial budaya ditradisikan.
Tasyakuran capaian itu dilakukan di Sidoarjo Jawa Timur. Resepsinya meriah dan khidmat. Tanggal 16 Rajab 1444 H/7 Februari 2023 yang lalu.
NU didirikan sebagai wadah kebangkitan para ulama. Ialah peniti jalan salafus sholih (orang-orang salaf/generasi awal yang sholih). Para penganut dan pelestari ajaran islam otentik. Penganut ajaran Islam sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Diwariskan secara turun temurun melalui verifikasi yang ketat. Verifikasi turun temurun itu dikenal dengan metode sanad.
Tradisi salafus sholih ini secara tauhid dikodifikasikan oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari (260H/873M – 324 H/935 M) dan Imam Abu Mansur al-Maturidi (233-247 H – tahun 333 H/944 M). Sedangkan secara fiqh bersandar pada salah satu madzhab empat, yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali.
NU lahir salah satunya sebagai kontra gerakan atas tersingkirnya para salafus sholih dari haramain. Wahabi ditakdirkan sejarah menguasai tanah Haramain dan memusuhi shalafus sholih. Banyak ulama non wahabi yang dipersekusi dan dieksekusi oleh gerakan Wahabi ini.
Nusantara ditakdirkan sebagai tempat tumbuh kembangnya ajaran shalafus sholih. Melihat fenomena Haramain yang dikendalikan wahabi, Ulama nusantara bergerak. Mengonsolidasi diri. Menyiapkan kebangkitan peranan dan eksistensinya menyelamatkan tradisi salafus sholih. Gerakan kebangkitan ulama itu kita kenal dengan sebutan NU saat ini.