Mengingat Pembantaian Warga Kemusuk di Balik Peristiwa Heroik Serangan Umum 1 Maret

Jurnalis : Jatmika H Kusmargana

Setelah mengetahui Desa Kemusuk merupakan tempat kelahiran Letkol Soeharto, pada 7-8 Januari 1949 untuk pertama kali Belanda mulai mendatangkan para intel dan para pasukan untuk memburu keberadaan Soeharto.

Pada pencarian tersebut sebanyak 23 warga Dusun Kemusuk, diketahui tewas dibunuh oleh tentara Belanda, termasuk ayah angkat Letkol Soeharto. Kemudian, pada 9 Januari 1949 pasukan Soeharto kembali melancarkan aksi serangan umum malam hari kedua.

Setelah itu, diikuti dengan serangan malam hari ketiga dan keempat pada 17 Januari dan 4 Februari 1949. Kemudian berujung pada serangan siang hari kelima, yakni Serangan Umum 1 Maret 1949 atau yang disebut peristiwa enam jam di Yogyakarta.

Serangan tersebut bergerak dari sektor barat sampai ke batas Malioboro pos-pos tentara Belanda yang berada di sekitar Kantor Pos Besar, Secodiningratan, Ngabean, Patuk, Sentul, dan Pengok. Selain itu Letkol Soeharto juga mengkonsolidasi pasukan TNI dengan membagi dalam empat sektor. Kejadian ini cukup memakan korban jiwa dan kerusakan pos tentara Belanda.

Karena jejak Soerharto tak kunjung diketahui, pada 18 Maret 1949 serdadu Belanda pun mulai melakukan serangan balasan dengan menembaki dan membantai semua pria baik penduduk sipil maupun TNI serta membakar rumah-rumah penyimpanan jerami yang ada di Desa Kemusuk dan sekitarnya.

Cara ini disebut-sebut menjadi siasat termudah untuk menangkap tokoh TNI dengan melakukan intimidasi, penyiksaan, bahkan pembunuhan pada keluarga dan handai tolan tokoh TNI tersebut agar terdesak dan menunjukkan keberadaannya.

Tragisnya, tiap selesai menembak semua kaum pria, jasadnya langsung dilempar ke api yang berkobar. Desa Kemusuk berubah menjadi ladang pembantaian, setidaknya lebih dari 202 orang meninggal dalam tragedi tersebut.

Lihat juga...