LEBARAN KUPAT (KETUPAT), LEBARAN LAKU PAPAT (EMPAT TEMPAAN SPRITUAL)

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

Tulisan ini merupakan pembaharuan tulisan setahun yang lalu. Mengacu peristiwa yang sama. Lebaran ketupat. Dalam bahasa Jawa disebut “Kupatan”. Dari lokasi yang sama dan tanggal yang sama. Tanggal 8 Syawal.

Bedanya, tahun lalu saya masih berada di sekitar lokasi peristiwa. Pada saat ini saya sudah kembali dari mudik. Sudah ada di Jakarta lagi.

Pagi ini, tepat hari ke 8 Lebran atau Syawal. Masyarakat di Kecamatan Durenan Trenggalek Jawa Timur dan sekitarnya berbondong-bondong menuju Masjid atau mushola di lingkungannya.

Barangkali juga dilakukan sebagian masyarakat di daerah-daerah lain di Indonesia ini.

Untuk apa mereka pagi-pagi berbondong-bondong ke Masjid tanggal 8 Syawal?. Untuk merayakan KUPATAN atau lebaran KUPAT (dalam bahasa Jawa). KUPAT dalam bahasa Indonesia berubah penyebutannya menjadi KETUPAT.

KUPATAN atau lebaran KETUPAT dirayakan oleh masyarakat dengan datang ke Masjid atau Mushola. Untuk kendurian. Mereka (biasanya ibu-ibunya) datang dengan membawa beragam makanan khas. Seperti Ketupat dan Opor Ayam.

Sebelum acara kendurian biasanya dilakukan Sholawatan. Membaya Mahalul Qiyam. Setelah itu masyarakat merayakan dengan berbagai cara. Diawali memanjatkan doa, kemudian disusul acara makan-makan dari menu yang di bawa.

Berikutnya dilakukan acara-acara lain untuk menyemarakkan suasana. Ada yang pesta balon udara. Ada festifal musik. Ada yang saling berkunjung dan makan sepuasnya di tempat kolega atau saudara.

Setiap rumah melakukan open house dengan menyediakan menu ketupat dan opor ayam. Bisa masuk ke rumah mana saja untuk makan. Tapi prakteknya, berhenti di satu rumah saja sudah kenyang. Ketupat dan opor itu makanan berat. Jadi cepat kenyang.

Lihat juga...