CENDANANEWS – Tingginya curah hujan yang terjadi beberapa pekan terakhir memberikan danpak negatif bagi pengelolah ikan teri yang berada di Muara Pilu, Bakauheni, Lampung. Bahkan beberapa dari pengelolah mengalami kerugian akibat tidak dapat menjemur teri karena hari hujan.
Seorang pengelolah di Dusun Muara Piluk, Desa Bakauheni, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan Provinsi Lampung, Ahmad (45) menyebutkan, tingginya curah hujan belakangan ini menyebabkan dirinya mengalami kerugian.
“Setiap musim penghujan tiba menyebabkan proses penjemuran jadi lebih lama. Biasanya dalam musim kemarau teri yang di jemur di atas laha atau alat penjemur ikan teri hanya memerlukan waktu sehari, tetapi dengan datangnya musim penghujan ini kadang bisa lebih lama sekitar tiga hari sampai empat hari. Bahkan kualitas teri agak lebih jelek, dengan munculnya bercak hitam dibanding jika musim panas,“ ujarnya kepada Cendananews.com Jumat (13/3/2015).
Ahmad, yang sejak tiga tahun lalu menekuni usaha tersebut hanya bisa bisa, karena belum ada alat yang bisa membantunya dalam proses pengeringan ikan teri. dan selalma ini ppengeringan ikan teri masih dilakukan dengan cara manual.
“Hanya matahari satu-satunya sarana untuk mengeringkan ikan teri,”ulasnya.
Dia menceritakan, ia membeli ikan teri basah dari nelayan yang melaut dengan harga beli Rp 150.000 per keranjang. Teri basah yang dibeli dari nelayan tersebut selanjutnya ia olah di rumahnya. Proses pengolahan dengan melakukan perebusan terlebih dahulu.
“Setelah direbus, kami menyiapkan laha yang sudah disiapkan berjajar di depan rumah untuk penjemuran. Dukanya seperti ini, jika datang musim penghujan kami tidak bisa menjemur dengan cepat karena mendung, bahkan hujan bisa sewaktu-waktu turun. Hal tersebut berpengaruh pada pendapatan kami sebagai pengolah ikan teri, “ keluhnya.
Setelah melalui proses penjemuran, ungkap Burhanudin, pria beranak tiga dan bercucu satu ini mengatakan selanjutnya adalah proses penyortiran.
“ Penyortiran dilakukan karena selain teri ada juga ikan jenis lain yang ikut masuk yaitu ikan kembung dan tanjan. Teri tersebut setelah melalui proses pengeringan dan penyortiran maka dilakukan proses pengepakan, “ terangnya.
Setelah proses pengepakan dalam kardus-kardus berukuran besar. Setiap kardus jika ditimbang beratnya sekitar 35 kilogram, selanjutnya akan datang bos pengepul yang juga berada di Kalianda. Oleh bos teri di Kalianda biasanya teri tersebut dibeli dengan harga Rp 23 ribu untuk jenis teri air, 23 ribu untuk teri jengki per kilogramnya, dan teri nasi seharga Rp 45 perkilogramnya. Meskipun untuk jenis teri nasi sulit mencarinya. Selanjutnya oleh bos tersebut teri akan didistribusikan di Jakarta dan sekitarnya.
Sebagian masyarakat juga mendapatkan ikan teri dari nelayan yang masih melakukan cara penangkapan ikan menggunakan jaring atau Gillnet, namun demikian ada juga kelompok nelayan lainnya yang menangkap ikan dengan alat lain yang dinamakan payang. Ikan yang diperoleh biasanya ikan teri yang akan dibeli oleh para penjemur teri ini.
Menurut laki-laki yang sudah sekitar 20 tahun menjadi nelayan dan akhirnya memutuskan untuk menekuni usaha pengolahan ikan teri ini, ia tidak memiliki modal cukup untuk memiliki alat pemanas yang lebih modern. Ia mengatakan selama ini modal untuk usaha pengolahan ikan teri tersebut bisa mencapai 3-4 juta.
“Terkadang kami membeli ikan teri sampai Rp 7 juta yang bobotnya berkuintal-kuintal. Kami tidak membeli dengan cara kontan tetapi terkadang dibayar separuh dulu, baru setelah dijual dan laku kami melunasinya kepada para penjual, “ujarnya.
Selama ini ia belum mampu untuk membuat tempat pengeringan atau mesin pengering yang modern karena modalnya bisa mencapai 30 juta rupiah. Ia berharap agar ke depan ia mampu memiliki tempat pengolahan ikan teri yang modern agar penghasilannya lebih baik. Selama ini sebenarnya ada kelompok pengolah ikan teri yang anggotanya 10 orang perkelompok namun ia tidak mau repot karena ia ingin usaha tersebut dikelola oleh ia isterinya Hamsyiah (35) dan anaknya saja. Namun meski musim penghujan datang ia pun tetap bersyukur masih bisa mencari nafkah untuk keluarganya. Bahkan bisa menyekolahkan kedua anaknya sampai lulus SMU dan si bungsu yang masih kelas 3 SMU Bakauheni.
———————————————————-
Jumat, 13 Maret 2015
Jurnalis : Henk Widi
Editor : ME. Bijo Dirajo
———————————————————-