Pulau Nusa Kutu, Bayi yang Terlahir dari Rahim Tsunami

SABTU, 9 JANUARI 2016
Penulis: Ebed De Rosary / Editor: Sari Puspita Ayu

CATATAN JURNALIS—Menyambangi Kecamatan Magepanda tak lengkap rasanya bila tidak meringankan langkah menapaki  pulau kecil nan eksotis di sisi baratnya. Pulau yang tidak termasuk dalam gugusan pulau yang ada di Kabupaten Sikka ini seakan luput dari perhatian. Namun pulau mungil yang dulunya bergabung dengan daratan ini tampak bak bayi diapit dua bukit di depannya yang bisa diibaratkan orang tua baginya.

Pulau Nusa Kutu dilihat dari pesisir pantai teluk Kolisia.

Saat mengabadikan pemandangan di sekitar Pantai Kajuwulu, terpesona mata oleh sebuah pulau kecil yang terlihat hanya beberapa ratus meter di depannya. Pulau gersang yang ditumbuhi rerumputan dan beberapa pohon kecil ini terasa mempesona di sekitar hamparan sawah yang terendam air asin.
Uniknya pulau ini, jika air laut surut dari kejauhan terlihat beberapa pohon dan deretan pasir  yang tersusun rapi bak jembatan menyatukan dirinya dengan daratan. Pasir putih dan bebatuan tersebut sebagai jalan penghubung antara daratan dan sang pulau. Ketika air pasang maka jembatan ini akan hilang dan tinggalah sang pulau menyendiri.
Diselimuti rasa penasaran, memacu sepeda motor ke arah barat desa Kolisia. Mumpung air laut sedang pasang, tak ada salahnya bila melepas penat sekalian mengabadikan keunikan dan keindahan pulau ini.Pulau Nusa Kutu pun seakan menantang untuk dihampiri  dan menemukan jawaban keunikannya.
Hutan Bakau

Bila menaiki kendaraan roda empat, bisa diparkir didekat pintu perusahaan budidaya mutiara di dusun kolisia.Kalau ingin memacu andrenalin sebaiknya bisa memakai mobil off road dan motor trail.Kita akan merasakan sensasi menyusuri pesisir pantai melintasi hutan bakau membelah areal persawahan hingga ke pinggir pantai. 
Jika ingin berjalan kaki perjalanan dapat ditempuh menyusuri pematang sawah tadah hujan yang dipenuhi tanaman kacang hijau, menyusuri hutan bakau berputar sejauh ± 500 meter. Jalan ini pun sulit dilewati bila air laut sedang pasang karena akan dipenuhi air laut. 
Jika dilihat dari kejauhan, Pulau Nusa Kutu berada di ujung daratan Selat Kolisia. Di perairan selat tersebut dipenuhi keramba-keramba mutiara yang dibudidayakan. Dipesisir pantai Nanga terdapat beberapa rumah darurat yang dibangun nelayan Suku Bajo asal Wuring untuk melepas penat selepas melaut.
Kepenatan terbayar ketika menatap dua Bukit Nanga sambil memandangi genangan air laut di areal persawahan. Rimbunan pohon bakau menjadikan aneka burung betah beterbangan memperdengarkan suara kicauan. Melepas penat sebentar dibawah puluhan pohon asam yang berjejer di pesisir pantai, perjalanan pun terpaksa dilanjutkan.
Berburu dengan waktu seraya memperhitungkan air laut yang sedang surut, perjalanan ke pulau Nusa Kutu pun dilanjutkan.Kita akan menyusuri deretan pasir putih dengan satu dua pohon di sekitarnya sejauh ± 100 meter hingga menginjakan kaki ke Pulau Nusakutu.

Pantangan Dilanggar

Gaudensia Gedo ( 52 tahun) warga Kolisia yang ditemui Cendana News menuturkan, dahulunya pulau ini menyatu dengan daratan, namun setelah terjadinya gempa bumi dahsyat dan tsunami yang melanda Flores di tahun 1992, pulau ini terpisah dari daratan. 
Lahan sawah yang diapit dua bukit di depannya sebut Gaudensia, dulunya masih bisa ditanami. Namun setelah itu air laut naik hingga merendami areal persawahan dan bertambah tinggi dari tahun ke tahun sehingga areal ini tidak bisa ditanami dan dibiarkan terlantar. Kalau air pasang, jalan ini tidak bisa dilewati. Air laut akan masuk dari arah barat memenuhi hutan bakan. Air laut juga mengenangi hampir semua areal di depan dua bukit ini sehingga terlihat seperti kubangan.

Ibrahim Nura dan Antonius Wangga warga Kolisia yang merupakan pemilik tanah di sekitar  pulau yang ditemui di desa tersebut menjelaskan dahulunya di sekitar pantai ada sebuah perkampungan yang berhadapan dengan laut utara Flores.Kehidupan masyarakat kampung tersebut berubah total setelah timbul sebuah malapetaka. Semua warganya secara tiba-tiba saja mengalami kebutaan total. 

Kebutaan yang membuat panik warga setempat terjadi akibat pantangan yang telah diwariskan nenek moyang mereka dan ditaati secara turun temurun dilanggar. Kejadian berawal ketika dua perempuan buta usai mengumpulkan kayu bakar memanggil anjing seolah berbicara dengan manusia.
Akibatnya semua warga di kampung tersebut mengalami kebutaan. Hujanpun turun terus menerus selam beberapa hari. Air laut kemudian naik dan akhirnya menutupi kampung tersebut. Wilayah tersebut sekarang dikenal dengan nama Teluk Kolisia.

Terpisah Akibat Tsunami

Selepas menapakai ketinggian pulau Nusa Kutu ± 6 meter dan mengitari pulau sepanjang ±15 meter dengan lebar ± 5 meter rasa-rasanya kaki ini penat. Bukit – bukit terjalnya seakan menantang membuat Cendana News harus berkejaran dengan waktu karena sebentar lagi air laut akan pasang. Tak terasa, sudah sejam lebih kaki ini melangkah di setiap sudut pulau tandus ini, melompat dari bukit kecil ke bukit satunya yang lebih besar di depannya.
Saat dijumpai di bawah rindangnya pohon mangga, di Desa Kolisia, beberapa wanita yang sedang asyik merapikan tumpukan sayuran meluangkan waktu untuk berceritera mengenai Nusa Kutu.Dikatakan Margaretha ( 51 tahun ) dulunya Pulau Nusa Kutu dihuni ratusan ekor kambing yang dilepas oleh Aloisius Walo ( almahrum ) dan anaknya Kanisius Wisang.
“ Kalau air laut surut, kambing-kambing tersebut kadang pergi sampai ke daratan dan kembali lagi kalau siang sebelum air pasang. Kadang juga mereka terlambat pulang sehingga ada yang sering mati tenggelam. Kalau mereka makan tanaman milik penduduk di sawah maupun pekarangan rumah ada penduduk yang membunuhnya. Sekarang juga masih ada tapi tinggal beberapa ekor saja “ sebutnya.
Emilinda Buka ( 33 tahun ) warga dusun Edo lainnya yang dijumpai Cendana News di tempat yang sama mengatakan tanah di sekitar pulau merupakan milik Bapak Lari, Bapak Nita selaku ketua adat dan juga kepunyaan bapak Ibrahim Nura dan Antonius Wangga. 
Pulau Nusa Kutu sebut Emilinda dulunya sambung (terhubung) dengan daratan teluk Kolisia. Namun selepas gempa bumi dan tsunami dahsyat tahun 1992 daratan tersebut tergerus air dan seakan terputus.Daratan di depannya juga dipenuhi air laut dan area genangan air laut bertambah luas dari tahun ke tahun.
“ Kalau hari minggu suka ada orang yangke pulau tersebut. Tapi kalau ke sana kita harus tunggu air laut surut, biasanya pagi hari.Di sekitar pantai Magepire ada tinggal beberapa nelayan suku Bajo dari desa Wuring  yang buat rumah darurat.Bila di tata dengan baik pulau ini bisa dijadikan tempat wisata apalagi hutan bakaunya rimbun sekali dan banyak burung disana “ jelas Emilinda.
Jika ditata dengan baik seperti pinta Emilinda tentunya ini akan menjadi salah satu destinasi wisata. Ada baiknya lokasi wisata ini jadi satu paket dengan kunjungan ke Wair Nokerua yang berada beberapa ratus meter ke arah timur dari Nusa Kutu, bukit Tanjung dan pantai Kajuwulu yang mempesona.Dari si mungil ini pula, pandangan kita akan bertemu berbagai panorama cantik yang tersaji di daratan Flores. Mulai dari pegunungan savana sampai deretan pesisir yang terkenal dikalangan wisatawan domestik dengan sebutan Tanjung Kajuwulu.
Berita PilihanBerita TerkiniNTT
Comments (0)
Add Comment