SENIN, 1 FEBRUARI 2016
Penulis: Koko Triarko / Editor: Sari Puspita Ayu / Sumber foto: Koko Triarko
CATATAN JURNALIS—Tidak jauh dari Candi Barong yang unik karena berpola bangunan candi Jawa Timur, terdapat candi lain yang tak kalah unik, yaitu Candi Ijo. Kedua candi tersebut berada dalam satu komplek. Namun secara administratif, Candi Ijo masuk pedukuhan Groyokan Sambirejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta.
Sepintas dengar, nama Candi Ijo menggugah imajinasi akan sebuah candi yang berwarna hijau. Nama Ijo yang berarti hijau itu juga pada awalnya hanya diduga karena candi tersebut berada di perbukitan subur nan hijau di ketinggian 427 meter di atas permukaan laut. Namun, ternyata nama Candi Ijo itu sudah dikenal sejak 1000 tahun lalu.
Catatan BPCB DIY menyebutkan, salah satu sumber yang diduga menjadi latar belakang penamaan Candi Ijo adalah Prasasti Poh berangka tahun 906 Masehi. Dalam prasasti itu dikisahkan, ada seorang tamu undangan dalam sebuah upacara yang berasal dari Wuang Hijo, putra dari Wanuang I Wuang Hijo. Nama Hijo inilah yang diduga menjadi dasar penamaan Candi Ijo.
Seperti halnya candi-candi lain, Candi Ijo juga ditemukan tidak sengaja. Pada tahun 1886, seorang administratur pabrik gula di Sorogedug bernama H. E Doorepaal sedang mencari lahan untuk ladang tebu dan menemukan reruntuhan batuan candi. Setahun kemudian, 1887, C. A Rosemeler mengunjungi Candi Ijo dan menemukan tiga buah arca batu, yaitu Arca Ganesha, Arca Siwa dan Arca tanpa kepala bertangan empat. Selain itu, Rosemeler juga menemukan batu bertulis di teras 9 yang terbaca ‘guywan’. Pada tahun yang sama, Dr. J. Groneman melakukan penggalian arkeologis di sumuran candi induk dan dari penggalian tersebut ditemukan lembaran emas bertulis, cincin emas, serta berbagai macam jenis biji-bijian.
Lalu, lama setelah itu, pada kisaran tahun 1956-1962, M. Soekarto yang melakukan penggalian juga menemukan sejumlah fragmen, di antaranya Siwa Mahaguru. Di teras 9, Soekarto juga menemukan batu bulat bertulis yang diduga merupakan mantra. Lalu pada 1985, bersamaan dengan pembersihan reruntuhan bangunan candi ditemukan fragmen arca Durga, Agastya dan empat arca pariwara. Tahun 1998 ketika dilakukan pembongkaran candi perwara tengah, ditemukan lagi Arca Nandiswara dan Padmasana. Juga ditemukan artefak yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari seperti tangkai cermin yang disebut darpana, gerabah serta keramik China.
Selain berbagai temuan itu, di awal pemugarannya juga ditemukan banyak artefak dan situs-situs lepas lainnya seperti Sumur Bandung. Dan, di Sumur Bandung itu ditemukan sebuah arca langka yang diperkirakan hanya satu-satunya di Indonesia. Arca itu adalah perwujudan Dewa Wisnu sebagai Dewa Narasimha dan Wisnu Triwikrama.
Narasimha merupakan awatara atau penjelmaan Dewa Wisnu berkepala Singa. Merupakan penggambaran Dewa Wisnu ketika membebaskan dunia dari cengkeraman kekejaman Raja Hiranyakasipu. Sedangkan Triwikrama merupakan penggambaran Wamana Awatara atau tentang penjelmaan Dewa Wisnu sebagai Brahamana kerdil (wamana) yang menyelamatkan dunia dari kekejaman raksasa Bali.
Candi Ijo dibangun dengan 11 teras berketinggian berbeda-beda dan dibedakan menjadi enam kelompok berdasarkan letaknya. Sementara itu, bangunan utama atau Candi Induk Candi Ijo terletak di teras paling atas atau teras 11. Di teras itu pula terdapat tiga buah Candi Perwara. Di halaman percandian teras 11 itulah, dahulu ditemukan empat buah lingga yang semua terletak di sejumlah titik arah mata angin.
Berdasar corak bangunannya, BPCB DIY memperkirakan Candi Ijo berasal dari abad 9-10 Masehi. Cirinya adalah profil kaki candi yang menggunakan bingkai setengah lingkaran dan bingkai sisi genta serta bentuk kalamakara yang banyak memiliki kemiripan dengan kalamakara dari candi-candi di kawasan Prambanan.
Sementara dari sejumlah relief dan hiasan candi, menunjukkan jika Candi Ijo merupakan akulturasi agama Hindu dan Budha. Kalamakara dengan motif kepala ganda dengan beberapa ukiran lain yang terdapat di atas pintu masuk, merupakan pertanda Budha. Dan, begitu masuk ke dalam ruang candi utama Candi Ijo, didapati sebuah lingga yoni yang sangat besar. Sementara di keempat dindingnya terpahat relief Dewa Wisnu dan Dewi Durga. Sedangkan ketiga candi perwara yang ada di barat candi utama, juga didapati Arca Nandiswara dan Padmanaba, sebongkah batu mirip lumpang yang diperkirakan sebagai bak tempat api pengorbanan yang disebut homa.
Ketiga candi perwara dengan Arca Nadiswara, Padmanaba dan Homa merupakan pertanda masyarakat pada zamannya memuja Dewa Brahma, Siwa, dan Wisnu. Sementara, sebuah prasasti yang pernah ditemukan di teras kesembilan, sampai kini belum terkuak arti dan maknanya. Salah-satu prasasti yang bertuliskan ‘guywan’ mengandung arti pertapaan. Sedangkan prasasti lain terbuat dari batu bertuliskan mantra kutukan, ditulis sebanyak enam belas kali. Di antaranya terbaca, ‘om sarwwawinasa, sarwwawinasa’.
Candi Ijo tampak megah dengan halaman yang luas ditumbuhi rerumputan hijau yang terawat setiap hari. Dengan ketinggian 427 meter di atas permukaan laut, Candi Ijo juga menawarkan landscape pemandangan Bandara Adisucipto dan suasana kota Yogyakarta dari kejauhan. Dengan berbagai keunikannya, Candi Ijo yang berada satu kawasan dengan Candi Barong, menjadi obyek wisata alternatif yang sementara ini hanya bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi. (Baca: Mengenal Candi Barong, Candi Bergaya Jawa Timur di Yogyakarta).