MAUMERE – Mete yang merupakan salah satu komoditi perkebunan andalan petani di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, kini produksinya terun menurun karena perubahan cuaca dan kemarau panjang.
Setelah 2019 lalu produksi mete menurun drastis, pada tahun ini pun hasil mete makin anjlok karena musim kemarau yang panjang, sementara hujan turun setelah mete ada yang hendak dipanen.
“Hasil panen mete memang terus menurun, karena hujan tidak menentu. Seharusnya sebelum mete berbunga sudah turun hujan satu dua-kali, dan saat berbunga hujan pun tidak lebat,” sebut Yuvensius, petani mete di desa Runut, kecamatan Waigete, saat ditemui di kebunnya, Senin (19/10/2020).
Yuven, sapaannya, menyebutkan pada 2019 dirinya yang memiliki 50 pohon mete hanya menghasikan 2 ton saja. Padahal, pada 2018 mencapai 4 ton, dengan pendapatan Rp40 juta.
Ia menyebut, tahun ini dirinya baru mendapatkan pemasukan Rp10 juta dari menjual 1 ton mete, dengan harga per kilogram Rp10.000 di pedagang pengumpul yang datang membeli hasil perkebunan di desanya.
“Biasaya, bulan September saya sudah mendapatkan uang minimal Rp15 juta dari panen mete, dan hingga Oktober sudah mengantongi minimal Rp30 juta. Tahun ini hasil produksi menurun drastis dan hingga Oktober baru memperoleh pendapatan Rp17 juta,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan Petrus Hugo Pulung, petani mete asal Desa Watudiran yang ditemui di rumahnya. Menurutnya, tahun ini hasil produksi mete menurun drastis.